Nommensen adalah
seorang tokoh pengabar Injil berkebangsaan Jerman yang terkenal di Indonesia.
Hasil dari pekerjaannya adalah berdirinya sebuah gereja terbesar di wilayah
suku bangsa Batak Toba. Gereja itu bernama Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP). Tidak berlebihan, jikalau ia diberi gelar Rasul Batak. Ia sudah
memberikan seluruh hidupnya bagi pekerjaan pengabaran Injil di tanah Batak.
Nommensen dilahirkan
pada tanggal 6 Februari 1834 di sebuah pulau kecil, Noordstrand, di Jerman
Utara. Nommensen sejak kecil sudah hidup di dalam kemiskinan dan penderitaan.
Sejak kecil ia sudah mencari nafkah untuk membantu orang tuanya. Ayahnya adalah
seorang yang miskin dan selalu sakit-sakitan.
Pada umur 8 tahun, ia
mencari nafkah dengan menggembalakan domba milik orang lain pada musim panas,
dan pada musim dingin ia bersekolah. Pada umur 10 tahun ia menjadi buruh tani
sehingga pekerjaan itu tidak asing lagi baginya. Semuanya ini tampaknya
merupakan persiapan bagi pekerjaannya sebagai pengabar Injil di kemudian hari.
Tahun 1846 Nommensen
mengalami kecelakaan yang serius. Pada waktu ia bermain kejar-kejaran dengan
temannya, tiba-tiba ia ditabrak oleh kereta berkuda. Kereta kuda itu menggilas
kakinya sehingga patah. Oleh karenanya, terpaksa ia hanya bisa berbaring saja
di tempat tidur selama berbulan-bulan. Teman-temannya biasa datang untuk
menceritakan pelajaran dan cerita-cerita yang disampaikan guru di sekolah.
Cerita-cerita itu adalah tentang pengalaman pendeta-pendeta yang pergi
memberitakan Injil kepada banyak orang, dan Nommensen sangat tertarik mendengar
cerita-cerita itu.
Lukanya makin parah,
sehingga dia tidak dapat berjalan sama sekali. Sekalipun sakit, Nommensen
belajar merajut kaos, menjahit, dan menambal sendiri pakaiannya yang robek. Pada
suatu hari, ia membaca Yohanes 16:23-26, yaitu tentang kata-kata Tuhan Yesus
bahwa siapa yang meminta kepada Bapa di Surga, maka Bapa akan mengabulkannya.
Nommensen bertanya kepada ibunya, apakah perkataan Yesus itu masih berlaku atau
tidak. Ibunya meyakinkannya bahwa perkataan itu masih berlaku. Ia mengajak
ibunya untuk berdoa bersama-sama. Nommensen meminta kesembuhan dan dengan
janji, jikalau ia sembuh maka ia akan pergi memberitakan Injil. Doanya
dikabulkan, dan beberapa minggu kemudian kakinya sembuh. Setelah sembuh,
Nommensen kembali menggembalakan domba. Janjinya selalu menggodanya untuk
segera memenuhinya. Oleh karena itu, ia melamar untuk menjadi penginjil pada
Lembaga Pekabaran Injil Rhein (RMG). Beberapa tahun lamanya ia belajar sebagai
calon pengabar Injil.
Tahun 1861 ia
ditahbiskan menjadi pendeta. Dan sesudahnya ia berangkat menuju Sumatera dan
tiba pada bulan Mei 1862 di Padang. Ia memulai pekerjaannya di Barus. Ia mulai
belajar bahasa Batak dan bahasa Melayu, yang cepat sekali dapat dikuasainya.
Sekarang ia mulai mengadakan kontak-kontak dengan orang-orang Batak, terutama
dengan raja-raja. Ia tidak jemu mengadakan perjalanan keliling untuk
menciptakan hubungan pergaulan yang baik. Ia mempelajari adat-istiadat Batak
dan mempergunakannya dalam mempererat pergaulan.
Nommensen meminta izin
untuk masuk ke pedalaman namun dilarang oleh pemerintah, karena sangat
berbahaya bagi seorang asing. Namun Nommensen tidak takut. Ia memilih Silindung
sebagai tempat tinggalnya yang baru. Ia mendapat gangguan yang hebat di sini,
namun ia tidak putus asa. Ia berhasil mengumpulkan jemaatnya yang pertama di
Huta Dame (Kampung Damai). Tahun 1873 ia mendirikan sebuah gedung gereja,
sekolah, dan rumahnya sendiri di Pearaja. Sampai sekarang Pearaja menjadi pusat
HKBP.
Pekerjaan Nommensen
diberkati Tuhan, sehingga Injil makin meluas. Kemudian dia pindah tempat
tinggal ke kampung Sigumpar pada tahun 1891, dan ia tinggal di sana sampai dia
meninggal.
Nommensen memberitakan
Injil di tanah Batak dengan berbagai macam cara. Ia menerjemahkan Alkitab
Perjanjian Baru (PB) ke dalam bahasa Toba dan menerbitkan cerita-cerita Batak.
Ia juga berusaha untuk memperbaiki pertanian, peternakan, meminjamkan modal,
menebus hamba-hamba dari tuan-tuannya, serta membuka sekolah-sekolah dan balai-balai
pengobatan.
Dalam pekerjaan
pengabaran Injil, ia menyadari perlunya mengikutsertakan orang-orang Batak.
Maka dari itu, dibukalah sekolah penginjil yang menghasilkan
penginjil-penginjil Batak pribumi. Juga untuk kebutuhan guru-guru sekolah, dia
membuka pendidikan guru.
Karena kecakapan dan
jasa-jasanya dalam pekerjaan penginjilan, maka pimpinan RMG mengangkatnya
menjadi Ephorus pada tahun 1881.
Pada hari ulang
tahunnya yang ke-70, Universitas Bonn memberikan gelar Doktor Honoris Causa
kepada Nommensen.
Nommensen meninggal
pada umur yang sangat tua -- 84 tahun. Ia meninggal pada tanggal 12 Mei 1918.
Nommensen dikuburkan di Sigumpar, di tengah-tengah suku bangsa Batak setelah
bekerja dalam kalangan suku bangsa ini selama 57 tahun lamanya.
TERIMASAKASIH ATAS KUNJUNGAN NYA...SEMOGA SOBAT SEMUA MENDAPATKAN MANFAAT DARI TOKOH-TOKOH YG DITULIS DALAM ARTIKEL INI. KUNJUNGI TERUS BLOG INI, UNTUK UPDATE ARTIKEL2 YG LAINNYA.