Untuk bertahan hidup, berbagai cara dilakukan oleh anak jalanan
(anjal). Misalnya saja dengan menjadi pengamen, pengasong atau bahkan pengemis.
Tidak sedikit dari mereka bekerja secara otonom, namun ada juga yang
dikoordinir.
Di sebuah pusat keramaian jalan di Semarang, pekan lalu, Tribun Jateng
(Tribunnews.com Network) sempat berbincang dengan koordinator anak
jalanan. Sudah hampir setahun ini, sebut saja Tini, menjadi koordinator anak
jalanan yang rata-rata berusia belasan tahun. Selanjutnya, anak-anak tersebut
kemudian dijadikannya pengasong.
"Sebelum menjadi pengasong, ada sebagian dari mereka yang menjadi
peminta-minta. Semua anak di sini adalah tetangga saya," terang Tini.
Meskipun disebut koordinator, Tini hanya menyuplai barang yang akan dijual
oleh anak buahnya. Dia juga tidak menargetkan berapa barang yang dijual
anak-anak tersebut setiap harinya.
Selain Tini, Tribun Jateng juga sempat berbincang dengan ibu
lainnya. Namun, wanita ini pelit bicara. Menurutnya, "bekerja" sambil
membawa anak, justru terlalu berisiko. Terlebih, anaknya masih bayi sehingga
terus digendongnya.
"Susah bawa anak, kasihan kalau kena panas dan hujan," katanya
singkat.
Kisah tentang besarnya penghasilan anak jalanan, bukan cerita isapan jempol
semata. Kepada Tribun Jateng, seorang anak jalanan, sebut saja Ira
yang mengasong mengaku memperoleh penghasilan bersih hingga Rp 200 ribu setiap
harinya atau sekitar Rp 6 juta per bulan. Diakuinya, dulu ia sempat menjadi
pengemis.
Namun, begitu Tini menjadi koordinator pengasong, Ira tidak mau lagi
mengemis. Alasannya adalah pendapatan yang lebih besar jika dia menjadi
pengasong.
sumber:yahoo.com