"Tentunya itu suatu kekeliruan."
Itulah yang dipikirkan Charles
Spurgeon ketika diminta berkhotbah di Kapel New Park Street, London. Tempat itu
adalah gereja yang bergengsi, dengan bangunan tua yang indah. Saat itu,
Spurgeon baru berumur 19 tahun. Namun, sama sekali tidak ada kekeliruan, karena
setelah Spurgeon bicara, ia diundang untuk menjadi pendeta gereja tersebut. Ia
memegang jabatan itu selama hampir 4 dekade.
Spurgeon merupakan tipe orang yang
kurang menyadari kelasnya dalam masyarakat London. Ia dilahirkan di kalangan
Huguenot, di suatu pedesaan di Essex. Ia tinggal dengan kakek dan neneknya
ketika masih kecil. Orang tuanya terlalu miskin untuk merawatnya. Nenek dan
ayahnya adalah pendeta Kongregasionalis, tetapi Charles masuk ke sekolah
pertanian -- meskipun hanya untuk beberapa bulan.
Bergumul dengan kebutuhan jiwanya,
Spurgeon bertekad pergi ke gereja pada hari Minggu pertama tahun 1850. Topan
salju menghambat kepergiannya ke gereja sesuai rencananya, namun ia berhenti di
sebuah kapel Metodis primitif terdekat. Pembicaranya bodoh, seperti yang
diingat Spurgeon, tetapi hal itu merupakan tantangan bagi Charles muda ini.
Akibatnya, Charles Spurgeon menjadi Kristen dalam usia 16 tahun.
Tidak lama kemudian, Spurgeon
menyadari bahwa ia memunyai bakat berbicara. Pada tahun 1852, ia menjadi gembala
sebuah gereja Baptis kecil di Waterbeach. Daerah itu sungguh rawan, dan
orang-orangnya terkenal pemabuk. Spurgeon mengembangkan gaya langsung. Para
pendengarnya tidak akan betah dengan keterangan-keterangan teologi yang
menggunakan kata-kata indah. Oleh sebab itu, ia memberitakan kepada mereka apa
yang dikatakan dalam Alkitab. Berita tentang "pengkhotbah muda" ini
telah tersebar di Waterbeach. Itulah waktunya ketika sidang Kapel New Park
Street memutuskan memberinya kesempatan.
Gereja itu pernah memunyai sejarah
yang dapat dibanggakan, tetapi jatuh pada masa-masa kesukaran. Gedung yang
indah itu dapat menampung lebih dari seribu orang, namun akhir-akhir itu, untuk
mengumpulkan seratus orang saja sudah sulit bagi sidang di sana. Delapan puluh
orang menghadiri pelayanan pembukaan Spurgeon. Mungkin pengkhotbah muda ini
dapat melakukan sesuatu.
Ia melakukannya. Gaya langsungnya
membuat para warga London mengakui kata-katanya. Pengunjung kebaktian pun
menjamur. Tidak lama kemudian, gedung kuno itu penuh sesak. Gereja tersebut
terpaksa harus menyewa gedung pertemuan Exeter Hall yang menampung 4.500 orang.
Pertumbuhan cepat seperti ini menarik
perhatian pers London, yang pemberitaannya tentang pengkhotbah baru itu tidak
selalu menyenangkan. "Semua pidatonya berbau busuk dan vulgar," tulis
sebuah harian. Harian lain menyebut, "Gaya seperti itu berasal dari bahasa
pasaran yang vulgar, diselingi gaya yang kasar .... Semua misteri khidmat agama
kita yang suci, olehnya diperlakukan dengan kasar. Inilah khotbah yang didengar
lima ribu orang."
Jumlah itu menjadi sepuluh ribu --
dan lebih. Dalam waktu singkat, gedung pertemuan itu sudah tidak sanggup
menampung para pendengar Spurgeon. Gereja menyewa gedung Surrey Music Hall yang
berkapasitas 12.000 tempat duduk, dan itu pun penuh, sementara sepuluh ribu
orang lagi menunggu di luar. Malangnya, upacara pembukaan di sana membawa
bencana. Beberapa perusuh berteriak "kebakaran"! Dalam kepanikan,
tujuh orang meninggal dunia dan 27 orang luka parah. Dengan insiden ini pun,
keberadaan Spurgeon belum disukai pers London.
Akan tetapi, pada tahun 1860-an,
kegairahan baru akan injili bangkit di Inggris, dan Spurgeon berada di
tengah-tengahnya. Para ahli sejarah menyebutnya "Kebangkitan Injili
Kedua". Para pengkhotbah lain, seperti Alexander Maclaren di Manchester
dan John Clifford di London, juga menarik massa. Menjelang 1861, Kapel New Park
Street telah membangun fasilitas baru, Metropolitan Tabernacle, yang memuat
enam ribu pengunjung. Pelayanan Spurgeon baru berawal. Ia menerbitkan khotbah-khotbahnya
serta ulasan-ulasan dan buku-buku renungan -- seluruhnya 140 buah buku, semasa
hidupnya. Ia mendirikan sekolah pendeta dan panti asuhan Stockwell yang
mengasuh lima ratus anak. Ia menjadi presiden perkumpulan pembagi Alkitab. Ia
berkhotbah di mana saja dan kapan saja.
Gaya Spurgeon mungkin sederhana dan
langsung, namun ia bukanlah seorang teolog. Ia adalah seorang Baptis
Calvinistik. Bagaimanapun, perpaduan tradisi ini telah membantu membawa
struktur Calvinisme ke agama kelas bawah dan menyajikan iman Baptis pada
gereja-gereja kelas atas.
Bakatnya adalah berkomunikasi. Dengan
membaca karya-karyanya sekarang, kita menemukan kekuatan modern di dalamnya.
Ingatlah bahwa ia hidup pada zaman bergaya: Apa yang Anda katakan tidaklah
selalu begitu penting daripada bagaimana Anda menyampaikannya. Namun, Spurgeon
tidak memunyai waktu untuk berbasa-basi dengan sopan. Ia menggunakan gambaran
kuat dan pilihan kata-kata untuk menyampaikan maksudnya secara langsung. Dalam
melakukan hal itu, ia telah memberikan contoh bagi para pengkhotbah yang akan
datang. Karya-karya tulis "pangeran pengkhotbah ini" terjual luas
sampai hari ini
TERIMAKASIH SUDAH BERKUNJUNG KE BLOG INI, SEMOGA ARTIKEL INI MENAMBAH WAWASAN & MEMBERIKAN MANFAAT BAGI KITA SEMUA YANG MEMBACANYA. JANGAN LUPA UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KARENA MASIH BANYAK ARTIKEL MENARIK LAINNYA YANG MENUNGGU UNTUK DIBACA OLEH PARA SOBAT SEMUANYA