Sabtu, 30 Maret 2013

Tiga Kejanggalan Penyerangan LP Cebongan

Bagikan Artikel Ini :
Penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan pada 23 Maret 2013 dini hari berlangsung 15 menit. Dari fakta yang berserakan, penyerbuan itu menyisakan beberapa kejanggalan. Berikut ini kejanggalan-kejanggalan atau pertanyaan seputar fakta peristiwa yang terjadi. 




Tempat Penitipan Tahanan
Peristiwa bermula pada Selasa dinihari, 19 Maret 2013. Anggota TNI AD Sersan Satu Santoso ditemukan tewas di Hugo's Cafe, Sleman, DIY. Siangnya, seluruh pelaku pengeroyokan berhasil ditangkap jajaran Polda. Awalnya, keempat pelaku ditahan di Kepolisian Resor Sleman, kemudian dipindah ke Mapolda Yogyakarta. Dengan alasan sel di Mapolda rusak, maka dititipkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) II-B Cebongan.

Menjadi pertanyaan, mengapa harus menunggu empat hari dilakukan pemindahan, padahal alasannya faktor keamanan? Mengapa penitipan tahanan tidak dilakukan di LP kelas I-A Wirogunan, Yogyakarta, yang letaknya lebih dekat dari pusat kota? Saat itu penyelidikan sudah diambil alih Polda. LP Cebongan yang terletak di Desa Sumberadi, Kecamatan Mlati, itu jauh dari keramaian serta diapit kebun singkong dan sawah. Lokasi ini menguntungkan penyerang. 

Tidak Ada Jaminan Keamanan di LP Cebongan
LP Cebongan kurang mendapat pengamanan setelah empat tahanan datang ke LP. Kepala LP, Sukamto, sekitar pukul 13.30, meminta penambahan personel keamanan ke Kepolisian Resor Sleman dan Mlati. Ketika itu polisi menjamin pengamanan LP. Sekitar pukul 18.30, Sukamto mendapat informasi dari anak buahnya bahwa ada gerombolan yang mendatangi Yogyakarta terkait pembunuhan anggota Kopassus. Sukamto langsung menghubungi Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Yogyakarta, Rusdianto, meminta tambahan pengamanan dari polisi. Sayang, Rusdianto sampai pukul 23.30 tidak bisa mengontak petinggi Polda. 

Padahal, setelah pelaku pembunuhan dititipkan di LP Cebongan, Kapolda Yogyakarta Brigadir Jenderal Sabar Rahardjo mengaku sudah meminta jaminan keamanan kepada Pangdam IV Mayor Jenderal Hardiono Saroso. "Saya jamin, Dik, tidak akan terjadi apa-apa," seru Kapolda menirukan jawaban Hardiono.
Dari kronologi kejadian, pelaku penyerangan ternyata hanya mengumpulkan kepala keamanan Margo Utomo dan para sipir. Saat peristiwa terjadi, tidak ada anggota kepolisian, yang berarti tidak ada pengamanan tambahan. 

Peluru Kaliber 7,62 Milimeter.
Menurut polisi, 31 selongsong dan 20 proyektil yang ditemukan saat penyerangan LP Cebongan merupakan peluru kaliber 7,62 milimeter. Pihak TNI langsung cepat menyanggah peluru itu berasal dari senjata TNI. "Setahu saya, itu sudah bukan standar TNI lagi," kata Kepala Badan Intelijen Nasional Marciano Norman. Kaliber 7,62 mm biasanya digunakan pada senapan AK-47.
Pelaku sepertinya pintar memilih senjata AK-47 karena rata-rata kesatuan TNI sudah memakai senjata SS1 dengan kaliber peluru 5,56 mm. Namun belum tentu juga senapan yang dipakai pelaku penyerangan LP menggunakan AK-47. Kaliber 7,62 mm juga masih digunakan pada senapan Sabhara Rifle, sebuah varian dari SS1 yang banyak digunakan oleh TNI dan Polri. Selain itu, kaliber 7,62 mm juga digunakan untuk senjata sniper. Kelebihan AK-47 adalah tahan banting. Apalagi kaliber 7,62 mm sudah bisa diproduksi oleh Pindad.
sumber:yahoo.com

 




TERIMAKASIH SUDAH BERKUNJUNG KE BLOG INI, SEMOGA ARTIKEL INI MENAMBAH WAWASAN & MEMBERIKAN MANFAAT BAGI KITA SEMUA YANG MEMBACANYA...JANGAN LUPA UNTUK SELALU BERKUNJUNG KEMBALI...KARENA MASIH BANYAK ARTIKEL MENARIK LAINNYA YANG MENUNGGU UNTUK DIBACA OLEH PARA SOBAT SEMUA.

SELURUH ISI DARI BLOG INI BOLEH DI COPY-PASTE/DISEBARLUASKAN DENGAN SYARAT MENCANTUMKAN LINK SUMBER DARI BLOG INI. THANKS... !



  
 

ARTIKEL TERKAIT :

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar