Alexander Agung (bahasa Yunani: Μέγας Ἀλέξανδρος ("Megas Alexandros"), bahasa Inggris: Alexander the Great) adalah seorang penakluk asal Makedonia.
Ia diakui sebagai salah seorang pemimpin militer paling jenius
sepanjang zaman. Ia juga menjadi inspirasi bagi penakluk-penakluk
seperti Hannibal, Pompey dan Caesar dari Romawi, dan Napoleon.
Dalam masa pemerintahannya yang singkat, Alexander mampu menjadikan
Makedonia sebagai salah satu kekaisaran terbesar di dunia.
Riwayat
Alexander dilahirkan pada tanggal 20 Juni 356 SM di Pella, ibu kota Makedonia, sebagai anak dari Raja Makedonia, Fillipus II, dan istrinya Olympias, seorang Putri dari Epirus. Ketika kecil, ia menyaksikan bagaimana ayahnya memperkuat pasukan Makedonia dan memenangkan berbagai pertempuran di wilayah Balkan. Ketika berumur 13 tahun, Raja Filipus mempekerjakan filsuf Yunani terkenal, Aristoteles,
untuk menjadi guru pribadi bagi Alexander. Dalam tiga tahun,
Aristoteles mengajarkan berbagai hal serta mendorong Alexander untuk
mencintai ilmu pengetahuan, kedokteran, dan filosofi. Pada tahun 340 SM,
Filipus mengumpulkan sepasukan besar tentara Makedonia dan menyerang Byzantium. Selama penyerangan itu, ia memberikan kekuasaan sementara kepada Alexander yang ketika itu berumur 16 tahun, untuk memimpin Macedonia.
Raja
Phillip II meninggal tahun 336 SM oleh pembunuh gelap pada saat
pernikahan putrinya. Alexander pun naik tahta menggantikan ayahnya pada
usia 20 tahun. Sesaat setelah kematian Phillip, kota-kota di Yunani yang
sebelumnya telah tunduk pada Makedonia seperti Athena dan Thebes
memberontak. Alexander segera bertindak dan berhasil menggagalkan
pemberontakan tersebut. Namun, tahun beikutnya terjadi pemberontakan
kembali, dia memutuskan untuk bertindak tegas dengan mengahancurkan Thebes dan menjual seluruh penduduknya sebagai budak. Kejadian ini berhasil memadamkan keinginan kota-kota lain untuk memberontak.
Tahun 335 SM, Alexander menyerang Persia
dengan membawa sekitar 42.000 pasukan. Selama dua tahun berikutnya
Alexander memenangkan berbagai pertempuran melawan pasukan Persia hingga
akhirnya dia berhasil mengalahkan pasukan yang dipimpin oleh Raja
Persia Darius III
pada 333 SM. Darius yang kabur berusaha untuk damai dengan menawarkan
Alexander wilayah dan harta namun ditolak. Alexander mengatakan bahwa
dia sekarang adalah Raja Asia dan hanya dia yang berhak menentukan
pembagian wilayah. Alexander kemudian meneruskan ekspansi militernya
hingga berhasil menaklukkan wilayah Mesir hingga ke perbatasan India sebelum terpaksa berhenti karena prajuritnya yang kelelahan karena pertempuran terus-menerus selama sepuluh tahun.
Alexander
kemudian kembali ke kerajaanya untuk merencanakan ekspansi baru. Selama
perjalanan ia mengeksekusi banyak satrap (semacam gubernur) dan pejabat
yang bertindak melenceng sebagai contoh. Kemudian sebagai wujud terima
kasih pada para prajuritnya, Alexander memberi sejumlah uang pada mereka
dan menyatakan bahwa ia akan mengirim para veteran dan cacat kembali ke
Makedonia. Namun tindakan ini justru diartikan sebaliknya oleh prajurit
Alexander. Selain itu, mereka juga menentang sejumlah keputusan
Alexander, seperti mengadopsi budaya Persia dan dimasukkanya pasukan dari Persia ke dalam barisan prajurit dari Makedonia. Sejumlah Prajurit kemudian memberontak di kota Opis.
Alexander mengeksekusi para pemimpin pemberontakan tersebut, namun
mengampuni para prajuritnya. Dalam upaya menciptakan perdamaian yang
bertahan antara orang-orang Makedonia dan rakyat Persia, Alexander mengadakan pernikahan massal antara para perwiranya dengan wanita bangsawan dari Persia. Akan tetapi, hanya sedikit pernikahan yang bertahan lebih dari setahun.
Sewaktu
di Babilonia, Alexander tiba-tiba terkena sakit parah dan mengalami
demam selama 11 hari sebelumnya akhirnya meninggal pada tanggal 10 Juni 323 SM, dalam usia sekitar 33 tahun. Penyebab kematian yang sesungguhnya tidak jelas.
Setelah
kematian Alexander, tidak adanya ahli waris menyebabkan terjadi
perpecahan dan pertempuran antara para bawahannya. Akhirnya, setelah
perselisihan bertahun-bertahun, sekitar tahun 300 SM, kekuasaan atas
bekas kerajaan Alexander terbagi menjadi 4 wilayah yang masing dikuasai
salah satu jendral Alexander.
Dunia pada saat kematian Alexander, menunjukkan kemaharajaannya dalam konteks geopolitik yang lebih besar
Walaupun
hanya memerintah selama 13 tahun, semasa kepemimpinannya ia mampu
membangun sebuah imperium yang lebih besar dari setiap imperium yang
pernah ada sebelumnya. Pada saat ia meninggal, luas wilayah yang
diperintah Alexander berukuran 50 kali lebih besar daripada yang
diwariskan kepadanya serta mencakup tiga benua (Eropa, Afrika, dan Asia).
Penyatuan wilayah dari makedonia hingga persia oleh Alexander Agung menyebabkan terbetuknya perpaduaan kebudayaan Yunani, Mediterrrania, Mesir, dan Persia yang disebut dengan kebudayaan Hellenisme. Pengaruh Hellenisme ini bahkan sampai ke India dan Cina. Khusus di Cina, pengaruh kebudayaan ini dapat ditelusuri di antaranya dengan artefak yang ditemukan di Tunhuang.
Alexander selama ekspansinya juga mendirikan beberapa kota yang semuanya dinamai berdasakan namanya, seperti Alexandria atau Alexandropolis. Salah satu dari kota bernama Alexandria
yang berada di Mesir, kelak menjadi terkenal karena perpustakaannya
yang lengkap dan bertahan hingga seribu tahun lamanya serta berkembang
menjadi pusat pembelajaran terhebat di dunia pada masa itu.
Gelar The Great atau Agung
di belakang namanya diberikan karena kehebatannya sebagai seorang raja
dan pemimpin perang lain serta keberhasilanya menaklukkan wilayah yang
sangat luas hanya dalam waktu 10 tahun.
Daerah Kekaisaran Alexander Yang Agung
Alexander mungkin seorang tokoh yang teramat dramatis dalam sejarah, karier dan pribadinya tetap jadi sumber kekaguman. Bukti-bukti kesuksesan kariernya cukup dramatis dan berlusin dongeng bermunculan menyangkut namanya. Dan jelas sekali sudah menjadi ambisinya menjadi pendekar dan penakluk terbesar sepanjang jaman, dan tampaknya memang layak dia peroleh julukan itu. Selaku pejuang individual, pada dirinya tercakup kemampuan dan keberanian. Sebagai seorang jenderal, dia teramat ulung, karena selama sebelas tahun pertempuran, tak pernah barang sekali pun dia kalah.
Berbarengan dengan itu, dia seorang intelektual yang belajar di bawah asuhan Aristoteles dan menguasai sajak-sajak Homer. Dalam hal merealisir gagasan bahwa bangsa yang bukan Yunani tidaklah mesti bangsa barbar, jelas menunjukkan bahwa pikirannya punya daya jangkau lebih jauh ketimbang sebagian besar pemikir-pemikir Yunani saat itu.
Tetapi, di lain pihak Alexander punya pandangan cupet. Meski berulang kali dia menghadapi risiko dalam pertempuran, dia tidak mempersiapkan penggantinya. Keteledoran inilah yang menjadi penyebab begitu cepatnya kerajaannya hancur berantakan sesudah dia tutup usia.
Alexander dianggap besar kemungkinan berwajah rupawan, dan dia sering amat bermurah hati kepada musuh yang dikalahkannya. Di lain pihak, dia juga seorang "egomaniac" dan bertabiat kejam. Pada suatu peristiwa, dalam suatu pertengkaran dalam keadaan slebor, dia membunuh teman akrabnya, Clertus, seorang yang pernah menyelamatkan jiwanya.
Seperti halnya Napoleon dan Hitler, Alexander punya pengaruh luar biasa terhadap generasinya. Masa pengaruhnya yang singkat, lebih ringkas dari mereka, semata-mata lantaran terbatasnya sarana untuk perjalanan kian-kemari serta komunikasi pada saat itu membatasi dan memperkecil pengaruhnya terhadap dunia.
Dalam jangka panjang, pengaruh terpenting dari penaklukan yang dilakukan Alexander adalah mendekatkan kebudayaan Yunani dengan Timur Tengah, sehingga masing-masing mendapat faedah untuk menambah dan mempertinggi kebudayaan masing-masing. Selama dan segera sesudah karier Alexander, kebudayaan Yunani dengan cepat tersebar ke Iran, Mesopotamia, Suriah, Yudea, dan Mesir. Sebelum Alexander, kebudayaan Yunani memang sudah merasuk ke daerah-daerah ini tetapi dengan lambat sekali. Juga, Alexander menyebarkan pengaruh kebudayaan Yunani ke India dan Asia Tengah, daerah yang belum terjamah sebelumnya. Tetapi, pengaruh kultural bukanlah berarti hanya berlaku sepihak dan satu jurusan. Dalam masa abad Hellenistik (abad-abad segera sesudah langkah-langkah Alexander) gagasan-gagasan Timur-khususnya gagasan keagamaan-tersebar ke dunia Yunani. Dengan kebudayaan Hellenistik ini memang tampaknya Yunani dominan tetapi sebenarnya pengaruh pikiran Timur besar sekali pada saat itu mempengaruhi Roma.
Dalam jangka perjalanan kariernya, Alexander mendirikan lebih dari dua puluh satu kota baru. Yang paling masyhur dari semua itu adalah Alexandria (Iskandariah) di Mesir yang dalam tempo cepat menjadi kota terkemuka di dunia dan merupakan pusat budaya dan pendidikan yang kesohor. Lain-lainnya seperti Herat dan Kandahan di Afganistan juga berkembang jadi kota-kota penting.
Alexander, Napoleon, dan Hitler rasanya punya persamaan dalam bobot pengaruhnya secara umum. Orang akan berkesan, bagaimanapun juga, pengaruh kedua orang yang disebut belakangan daya tahannya lebih pendek ketimbang Alexander. Atas dasar itulah dia dapat tempat urutan sedikit lebih atas.
Alexander mungkin seorang tokoh yang teramat dramatis dalam sejarah, karier dan pribadinya tetap jadi sumber kekaguman. Bukti-bukti kesuksesan kariernya cukup dramatis dan berlusin dongeng bermunculan menyangkut namanya. Dan jelas sekali sudah menjadi ambisinya menjadi pendekar dan penakluk terbesar sepanjang jaman, dan tampaknya memang layak dia peroleh julukan itu. Selaku pejuang individual, pada dirinya tercakup kemampuan dan keberanian. Sebagai seorang jenderal, dia teramat ulung, karena selama sebelas tahun pertempuran, tak pernah barang sekali pun dia kalah.
Berbarengan dengan itu, dia seorang intelektual yang belajar di bawah asuhan Aristoteles dan menguasai sajak-sajak Homer. Dalam hal merealisir gagasan bahwa bangsa yang bukan Yunani tidaklah mesti bangsa barbar, jelas menunjukkan bahwa pikirannya punya daya jangkau lebih jauh ketimbang sebagian besar pemikir-pemikir Yunani saat itu.
Tetapi, di lain pihak Alexander punya pandangan cupet. Meski berulang kali dia menghadapi risiko dalam pertempuran, dia tidak mempersiapkan penggantinya. Keteledoran inilah yang menjadi penyebab begitu cepatnya kerajaannya hancur berantakan sesudah dia tutup usia.
Alexander dianggap besar kemungkinan berwajah rupawan, dan dia sering amat bermurah hati kepada musuh yang dikalahkannya. Di lain pihak, dia juga seorang "egomaniac" dan bertabiat kejam. Pada suatu peristiwa, dalam suatu pertengkaran dalam keadaan slebor, dia membunuh teman akrabnya, Clertus, seorang yang pernah menyelamatkan jiwanya.
Seperti halnya Napoleon dan Hitler, Alexander punya pengaruh luar biasa terhadap generasinya. Masa pengaruhnya yang singkat, lebih ringkas dari mereka, semata-mata lantaran terbatasnya sarana untuk perjalanan kian-kemari serta komunikasi pada saat itu membatasi dan memperkecil pengaruhnya terhadap dunia.
Dalam jangka panjang, pengaruh terpenting dari penaklukan yang dilakukan Alexander adalah mendekatkan kebudayaan Yunani dengan Timur Tengah, sehingga masing-masing mendapat faedah untuk menambah dan mempertinggi kebudayaan masing-masing. Selama dan segera sesudah karier Alexander, kebudayaan Yunani dengan cepat tersebar ke Iran, Mesopotamia, Suriah, Yudea, dan Mesir. Sebelum Alexander, kebudayaan Yunani memang sudah merasuk ke daerah-daerah ini tetapi dengan lambat sekali. Juga, Alexander menyebarkan pengaruh kebudayaan Yunani ke India dan Asia Tengah, daerah yang belum terjamah sebelumnya. Tetapi, pengaruh kultural bukanlah berarti hanya berlaku sepihak dan satu jurusan. Dalam masa abad Hellenistik (abad-abad segera sesudah langkah-langkah Alexander) gagasan-gagasan Timur-khususnya gagasan keagamaan-tersebar ke dunia Yunani. Dengan kebudayaan Hellenistik ini memang tampaknya Yunani dominan tetapi sebenarnya pengaruh pikiran Timur besar sekali pada saat itu mempengaruhi Roma.
Dalam jangka perjalanan kariernya, Alexander mendirikan lebih dari dua puluh satu kota baru. Yang paling masyhur dari semua itu adalah Alexandria (Iskandariah) di Mesir yang dalam tempo cepat menjadi kota terkemuka di dunia dan merupakan pusat budaya dan pendidikan yang kesohor. Lain-lainnya seperti Herat dan Kandahan di Afganistan juga berkembang jadi kota-kota penting.
Alexander, Napoleon, dan Hitler rasanya punya persamaan dalam bobot pengaruhnya secara umum. Orang akan berkesan, bagaimanapun juga, pengaruh kedua orang yang disebut belakangan daya tahannya lebih pendek ketimbang Alexander. Atas dasar itulah dia dapat tempat urutan sedikit lebih atas.