+++
Aguan Sugianto, aka Sugianto Kusuma , The Godfather Triad
Indonesia
Aguan yang memakai nama Sugianto Kusuma ini dikenal
sebagai dedengkot Naga di Indonesia oleh berbagai kalangan. Bahkan media menggelarnya
sebagai anggota Mafia Naga Sembilan. Jurusnya tidak kalah lihai; mengendap,
diam-diam, sering di belakang layar tapi target sudah di kendalikan. Main area
bos ini adalah: Money Laundering.
Bos JIHD ini sekarang melindungi bau kotor tubuhnya
dengan mantel dengan kedok sebagai pengurus sebuah organisasi sosial agama
tertentu. Sekilas orang akan melihatnya sebagai “paus” si juru selamat.
Bagaimana operandi JIHD?? berikut sekilas;
JAKARTA (BURSA) — Dalam enam bulan terakhir ini beberapa
media di Jakarta emberitakan mengenai masuknya Dragon Bank International ke
Indonesia. Bank yang berpusat di Vanuatu tersebut termasuk salah satu lembaga
keuangan yang mengelola “uang haram” setelah menerima pemutihan uang (money
laundering) dan salah satu pemiliknya adalah PT Yayasan Harapan Kita milik
keluarga Presiden Soeharto.
Bank tersebut dalam beberapa eksposenya mempunyai rencana
ekspansi yang spektakuler. Perusahaan tersebut kini sedang menyiapkan proyek
telekomunikasi senilai US$4 miliar (sekitar Rp 8,5 triliun) serta sebuah
kawasan bisnis di daerah Kota di Jakarta dengan investasi sedikitnya Rp 8,3
triliun.
Masuknya Dragon Bank serta rencana ekspansi bisnis di
Indonesia sempat mengundang pertanyaan beberapa kalangan. Misalnya, mengapa
izin membuka cabang bank tersebut melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) bukan melalui Departemen Keuangan.
Ketika pihak kepolisian serta lembaga terkait mencoba
menyelidiki, mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Pihak Dragon Bank mengatakan
bahwa mereka masuk ke Indonesia tidak untuk menjalankan bisnis perbankan
seperti biasa, tetapi merupakan perusahaan investasi sehingga izinnya diperoleh
dari BKPM.
Departemen Keuangan maupun Kepolisian memang tidak bisa
berbuat apa-apa. Karena, mereka mengetahui bahwa Dragon Bank masuk ke Indonesia
sebagai hasil kerjasama dengan PT Harapan Insani, salah satu anak perusahaan
Yayasan Harapan Kita milik keluarga Soeharto.
Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad dan Gubernur Bank
Indonesia Soedradjat Djiwandono sejauh ini menolak untuk memberikan tanggapan
atas kehadiran Dragon Bank di Indonesia.
Tetapi sumber-sumber kalangan keuangan di Jakarta
mengatakan bahwa Soedradjat Djiwandono terpaksa mengabulkan permintaan
pencabutan blokir deposito salah seorang eksekutif Dragon Bank Yee Mei Mei oleh
Standard Chartered Bank Cabang Jakarta, setelah Yayasan Harapan Kita turun
tangan menyelesaikan kasus tersebut.
Pengelola PT Harapan Insani adalah Ibnu Widojo salah
seorang adik almarhumah Tien Soeharto. Sedangkan Presiden Dragon Bank adalah
Wang Zhi Ying warganegara Malaysia yang sekarang menghabiskan waktunya lebih
banyak di Jakarta dan berkantor di Lantai 24, Menara Mulia, Jl. Gatot Subroto,
Jakarta.
Akhir Mei lalu, PT Harapan Insani dan Dragon Bank
membangun resort di Kepulauan Langkawi, Malaysia dengan investasi Rp 200
miliar. Acara penandatangan kerjasama antara Mara Holding (Malaysia) dengan
Dragon Bank dan PT Harapan Insani itu disaksikan langsung oleh Menteri Keuangan
Republik Vanuatu Barak T. Sope dan, dari pihak Indonesia, Ketua Umum Kosgoro
Bambang Soeharto dan Ketua Generasi Muda Kosgoro Maulana Isman.
Para pejabat tinggi Vanuatu, kelihatannya sangat
berkepentingan untuk menjaga keberadaan Dragon Bank di luar negeri, khususnya
di Indonesia. Ini kelihatan ketika mereka berkunjung ke Indonesia beberapa
waktu lalu, menyempatkan hadir di kantor cabang Dragon Bank di Menara Mulia.
Sebuah sumber resmi yang enggan disebutkan identitasnya,
mengatakan keberadaan Dragon Bank di Indonesia bukan hanya dalam rangka
kerjasama dengan PT Harapan Insani. “Sebagian besar saham bank tersebut
dimiliki oleh Yayasan Harapan Kita,” katanya.
Boleh jadi apa yang dikatakan sumber tadi benar. Sebab
jaringan bisnis keluarga Soeharto, khususnya yang berada di bawah pengawasan
Yayasan Harapan Kita belum banyak yang mengetahuinya, selain Rumah Sakit
Harapan Kita..
Selain proyek telekomunikasi dan properti yang sedang
disiapkan, Dragon Bank dan PT Harapan Insani dalam waktu dekat akan melebarkan
bisnis keuangan dengan mendirikan lembaga sekuritas. “Keluarga Soeharto memang
sedang mengincar bisnis di pasar modal karena prospeknya sangat baik,” sumber
tersebut menambahkan.
Dragon Bank International sendiri sudah beberapa tahun
ini sedang diamati antara lain oleh Interpol Hongkong karena praktek pemutihan
uang yang dilakukannya. Bahkan, beberapa negara, seperti Amerika Serikat,
Kanada, Jerman dan Perancis memasukkan Dragon Bank dalam daftar hitam.
Money laundering adalah upaya legalisasi uang yang
biasanya berasal dari bisnis narkotika, mafia atau korupsi. Indonesia termasuk
negara yang mengizinkan masuknya dana dari pemutihan uang karena menganut rezim
devisa bebas.
Isu pemutihan uang muncul ke permukaan pada 1991 ketika
PT Jakarta International Hotel & Development (JIHD) membangun Sudirman
Central Business District seluas 45 ha dengan investasi sekitar Rp 7,5 triliun.
Perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pengusaha Tomi Winata dan
Sugianto Kusuma itu mengatakan bahwa untuk membangun proyek itu mereka tidak
membutuhkan pinjaman bank karena memiliki ekuiti (modal sendiri) yang sangat
besar.
Menurut pengakuan Tomi Winata ketika terungkap kasus
share swap PT JIHD terhadap PT Danayasa Arthatama, dia mendapat dukungan dari
Taiwan, Hongkong dan Jepang. Dia menyebut antara lain keberadaan Triad dan
Yakuza dalam ekspansi Artha Graha Group di Indonesia.
Pihak militer di Indonesia, khususnya Angkatan Darat
sebenarnya mengetahui dan memberikan legalitas atas praktek bisnis Tomi Winata.
Ini terlihat dengan masuknya Yayasan Kartika Eka Paksi dalam beberapa proyek
dan bisnis Tomi, seperti SCBD dan Bank Artha Graha.
sumber: https://siapasiapa.wordpress.com/2011/03/24/aguan-sugianto/