Musibah seperti bencana tak
bisa diprediksi kedatangannya. Tiba-tiba terjadi dan tak jarang memakan korban
dalam jumlah banyak.
Tak hanya gempa, badai topan
atau bencana skala besar lainnya, Bumi juga sempat dihantam meteor jatuh.
Letusan gunung berapi yang mengubah iklim dunia hingga ledakan misterius di
Siberia juga salah satunya.
Bencana alam juga terkadang
menimbulkan dampak aneh pada Bumi. Seperti 'hilangnya' matahari hingga
munculnya selubung debu.
Berikut Inilah 6 Bencana Alam Paling Aneh Sepanjang Sejarah Dunia yang dikutip dari History Channel, Senin (7/12/2015):
1. Tahun tanpa Musim Panas
Pada April 1815, Gunung
Tambora di Indonesia meletus. Peristiwa itu disebut-sebut sebagai salah satu
peristiwa letusan gunung berapi paling dahsyat dalam sejarah.
Letusannya menewaskan puluhan
ribu orang di Asia Tenggara dan memuntahkan awan debu raksasa ke stratosfer.
Seiring menyebarnya awan
tersebut ke seluruh penjuru dunia, sinar matahari menjadi terhalang. Akibatnya
suhu udara turun sekitar 3 derajat dan terjadilah distorsi cuaca dalam skala
dahsyat pada tahun berikutnya.
Di India, kekeringan dan banjir
akibat efek letusan Tambora mengubah ekologi Teluk Benggala dan memicu
munculnya tipe kolera baru yang membunuh jutaan orang. Di Eropa, hujan dan
musim dingin berkepanjangan menyebabkan terjadinya kelaparan dan kerusuhan
sipil yang meluas.
Di Amerika Serikat, salju
turun dengan lebatnya di beberapa negara bagian di bulan Juni, menggugurkan
tanaman pangan dan memicu kemunduran ekonomi.
New Englander menjuluki tahun
1816 sebagai Eighteen-hundred-and-froze-to-death, namun kemudian lebih dikenal
sebagai Tahun tanpa Musim Panas.
Gangguan cuaca itu
menghasilkan efek samping yang lumayan unik. Penemuan sepeda oleh penemu Jerman
Karl Drais dihubung-hubungkan dengan tingginya harga pakan kuda di Eropa akibat
kejadian tersebut.
Di Swiss, hujan berkepanjangan
pada tahun 1816 memaksa penulis Mary Shelley melewatkan musim panasnya di dalam
rumah saja. Dia lalu menyibukkan diri dengan menulis novel horor paling
terkenal 'Frankenstein.'
2. The Carrington Effect tahun
1859
Badai matahari (solar flare)
terjadi saat energi magnetis yang terpendam di permukaan matahari dilepaskan
melalui ledakan radiasi dan partikel bermuatan. Kekuatan ledakan yang
dihasilkan setara dengan ledakan jutaan bom hidrogen, dan angin matahari yang
dihasilkannya bisa menebar petaka pada atmosfer bumi.
Persis seperti itulah yang
terjadi di akhir Agustus dan awal September 1859, saat bumi dibombardir oleh
badai matahari paling besar dalam sejarah.
Peristiwa yang disebut
'Carrington Event' -- dinamai berdasarkan nama astronom Inggris Richard Carrington--
ini membuat langit berkilau dengan aurora berwarna-warni yang bersinar hingga
ke selatan Hawaii.
Di Colorado, malam begitu
terang sehingga seorang saksi mata melaporkan kalau orang bisa dengan mudahnya
membaca di malam hari.
Pemandangannya mungkin memang
indah, tapi gangguan geomagnetik yang diakibatkannya melumpuhkan sistem
telegraf di seluruh dunia. Percikan api keluar dari beberapa mesin telegraf,
menyebabkan terjadinya kebakaran dan menyetrum operator mesinnya.
Atmosfer begitu bermuatan
listriknya sampai-sampai di beberapa tempat ada teknisi yang masih bisa
mengirim pesan walau baterai telegrafnya sudah dilepas. 'Badai Matahari Tahun
1985' akhirnya berakhir setelah beberapa hari, namun ilmuwan memperkirakan kalau
kejadian yang sama terulang lagi sekarang, sistem telekomunikasi bisa luluh
lantak dan menyebabkan kerusakan hingga triliunan dolar.
3. 'Tahun Belalang' 1874
Wabah belalang yang
menghancurkan tanaman tani mungkin biasa terjadi di akhir abad ke-19 di Amerika,
tapi semua itu tak ada apa-apanya dibandingkan apa yang terjadi di Great
Plainspada musim panas 1874.
Musim semi yang kering dan
gersang saat itu menciptakan kondisi ideal bagi belalang di Pegunungan Rocky
untuk bertelur dalam jumlah besar. Triliunan telur itu kemudian menetas dan
menyerbu Nebraska, Kansas, Dakota, Iowa dan beberapa negara bagian lainnya.
Saksi mata menyebut kalau
belalang itu tiba dalam kumpulan besar menyerupai awan yang sangat tebal sampai
bisa menghalangi sinar mentari selama beberapa jam. Setelah mendarat, mereka
melahap semua tanaman di ladang, tumbuhan lokal bahkan pakaian yang dikenakan
orang.
"Udara benar-benar jadi
hidup karena mereka,” tulis New York Times.
“Mereka menabrak rumah,
mengerumuni jendela, mentupi kereta api yang lewat. Mereka seolah-olah diutus
untuk merusak.”
Orang-orang berusaha membakar
atau meledakkan belalang itu dengan bubuk mesiu, tapi mereka tak berdaya
menghadapi jumlahnya. Panen senilai jutaan dolar akhirnya musnah akibat
peristiwa yang kemudian dikenal sebagai 'Tahun Belalang.'
Angkatan Darat AS dikerahkan
untuk mendistribusikan bantuan kepada para korban, tapi banyak yang menyerah
dan mengungsi ke Timur. Wabah serupa terus menghantui beberapa tahun
setelahnya. Wabah tersebut baru berakhir di awal abad ke-20, setelah perubahan
lingkungan menyebabkan belalang Pegunungan Rocky punah.
4. Selubung Debu (The Dust
Veil) Tahun 536
Pada pertengahan abad keenam,
awan pasir dan debu tiba-tiba menyelimuti sebagian besar bumi, meredupkan sinar
matahari dan menyebabkan suhu dingin tak wajar selama beberapa tahun.
“Sebuah pertanda paling
menakutkan terjadi,” Procopius, sejarawan Bizantium menulis pada tahun 536.
“Karena mentari bersinar namun tidak terang.. dan seperti terjadi gerhana,
karena sinar yang dipancarkannya tidak cerah.”
Musim dingin panjang yang
menyusul kemudian menyebabkan kekeringan, gagal panen dan kelaparan di seluruh
dunia. Beberapa ahli berspekulasi kalau hal ini juga menjadi salah satu pemicu
terjadinya wabah penyakit pes pertama di Eropa.
Meski punya dampak yang sangat
luas, ilmuwan masih belum yakin apa penyebab pendinginan global tahun 530an.
Satu teori yang ada menyebutkan kalau letusan gunung berapi raksasa memuntahkan
debu ke lapisan atas atmosfer dan menghalangi sinar matahari.
Penelitian pada sampel inti es
dari Greenland dan Antartika menunjukkan adanya konsentrasi ion sulfat tinggi
yang dilepaskan oleh gunung berapi, serta ada bukti-bukti yang mengindikasikan
kemungkinan pernah terjadi letusan gunung berapi dahsyat di El Salvador tahun
530an.
Peneliti lainnya menduga
tabrakan (atau nyaris tabrakan) dengan kometlah penyebabnya. Komet Halley
melintasi bumi tahun 530, dan mungkin saja serpihannya keluar jalur dan
menabrak bumi sehingga menyebabkan terjadinya awan debu raksasa.
5. Kabut Dahsyat tahun 1952
Tak semua bencana alam
sepenuhnya alami. Pada bulan Desember 1952, polusi udara akibat ulah manusia
membentuk kabut jelaga yang bertahan hingga 4 hari. Kabut mematikan ini akibat
sistem tekanan tinggi yang menghasilkan kondisi stagnan yang tak alami.
Bukannya menyebar ke atmosfer
seperti biasa, kepulan awan dari asap batubara dan pabrik malah terkumpul di
langit kota dan tak mau beranjak. Kabut ini mengurangi jarak pandang di
beberapa tempat hingga nyaris nol.
Ternak-ternak mati satu per
satu akibat sesak napas di padang rumput. Warga London pun terserang bronkitis,
pneumonia dan masalah pernapasan lainnya. Banyak anak-anak dan orang tua tewas
akibat kerusakan paru-paru karena peradangan.
Sekitar 4.000 orang tewas
sebelum akhirnya angin membawa pergi kabut tersebut.
Pemerintah Inggris kemudian
mencanangkan 'Clean Air Act' tahun 1956, yang memberikan subsidi bagi
masyarakat untuk beralih ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, serta
melarang pembuangan asap hitam batubara di beberapa wilayah tertentu.
6. Kejadian Tunguska
Tak lama sesudah pukul 07.00
pagi pada 30 Juni 1908, seberkas cahaya menyilaukan muncul melesat di langit
Siberia, lalu meledak di atas Sungai Tunguska Podkamennaya. Gelombang kejut
yang dihasilkan kemudian berkekuatan 5 hingga 10 megaton TNT -- ratusan kali
lebih dahsyat daripada bom atom Hiroshima.
Ledakan ini meluluhlantakkan
500.000 hektar hutan. Hebatnya, tak ada yang terbunuh, namun efeknya terasa di
seluruh dunia.
Perangkat atmosferik dan
seismik mati sampai ke Inggris. Selama beberapa malam setelahnya, langit jadi
sangat terang sampai-sampai orang di benua Asia bisa membaca koran di luar
ruangan.
Para ahli menduga ini akibat
tabrakan meteor. Namun tim ekspedisi Rusia tak menemukan tanda-tanda adanya
kawah hasil tumbukan apapun, saat mereka akhirnya mendatangi lokasi ledakan
yang terpencil itu tahun 1927.
Walau tak ada jejaknya,
kebanyakan ilmuwan masih percaya kalau “Kejadian Tunguska” ini akibat jatuhnya
batuan angkasa.
Salah satu kemungkinannya
ialah yang menabrak adalah komet es yang seketika langsung menguap sehingga tak
meninggalkan jejak. Yang lebih masuk akal lagi ialah meteor berdiameter 65
sampai 100 kaki meledak di lapisan atas atmosfer dan pecah menjadi
kepingan-kepingan kecil.
Saksi melaporkan kalau mereka
mendengar suara seperti batu berjatuhan dari langit setelah ledakan awal.
Sampel bangkai tumbuhan di Tunguska juga banyak mengandung nikel, besi, dan
zat-zat lainnya yang biasa ditemukan di lokasi jatuhnya meteor.
sumber:http://global.liputan6.com/read/2384265/6-bencana-alam-teraneh-sepanjang-sejarah?p=3