RUMAH
elite di kawasan Boulevard Palem Raya, Lippo Karawaci, itu tampak asri. Dua
tukang kebun sedang menyirami rumput dan pohon jambu di pojok halaman yang
luasnya cukup untuk parkir delapan mobil. Di garasi yang terletak di sudut kiri
dari bangunan berlantai dua itu tampak dua sedan Mercedes Benz E Class. Satu
berwarna hitam, satu lagi berwarna perak metalik.
Saat Jawa Pos datang ke sana Selasa (10/7) lalu, Tung Desem Waringin, si empunya rumah, sedang tidak ada di kediaman. Yang menyambut adalah Tung Tiago Masimo, putra ketiganya, yang sedang asyik bermain bola. Bocah yang belum genap dua tahun itu ditemani seorang pembantu.
"Silakan masuk, Mas. Bapak tadi pesan agar menunggu sebentar. Mobil beliau masih terjebak macet," ujar seorang pembantu sambil menekan remote control sehingga pagar elektronik itu membuka secara otomatis. Jika arus lalu lintas di tol lancar, kompleks Lippo Karawaci itu bisa ditempuh satu jam perjalanan dengan mengendarai mobil dari ibu kota.
Setelah menunggu sekitar setengah jam di ruang tunggu dekat garasi mobil, datang Toyota Alphard warna perak bernomor B 58 DW. Seorang pria tinggi kurus turun dengan sedikit melompat. Sambil tersenyum lebar, Tung menjabat tangan Jawa Pos dengan erat. "Maaf ya, agak lama. Ayo, ayo masuk," ujarnya.
Masuk ruang tamu, Tung langsung diserbu dua buah hatinya yang lain, Tung Waldo Kamajaya, 7, dan Tung Alta Kania, 4. Mereka melakukan tos tangan layaknya pemain basket. Tahu kalau ada wartawan, Waldo lantas minta difoto. "Maaf ya, kalau agak mengganggu. Mereka ini prime customer (pelanggan utama), jadi harus didahulukan," ujar Tung lantas tertawa.
Sibuk mengisi acara pelatihan dan seminar di berbagai kota hingga 52 kali dalam sebulan membuat waktu Tung untuk anak-anaknya begitu istimewa. "Salah satu indikator kesuksesan adalah keluarga yang harmonis dan bahagia," katanya. Karena itu, suami Suryani Untoro tersebut selalu menyisihkan delapan hari dalam sebulan untuk anak-anaknya. "Juga sebulan full dalam setahun untuk berlibur ke luar negeri," tambah pria 40 tahun itu.
Tung lantas mengajak Jawa Pos pindah ke ruang kerjanya di lantai dua. Lemarinya penuh dengan buku-buku bertema motivasi, ekonomi, dan perbankan. "Ini buku yang pertama mengubah hidup saya," ujarnya sambil menunjukkan koleksi buku karangan Anthony Robbins, motivator terkenal asal Amerika Serikat.
Sebelum menjadi seorang trainer, Tung berkarir di Bank Central Asia (BCA) pada 1992. Setelah lulus pelatihan di bank papan atas tersebut, alumnus Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta itu dikirim ke BCA cabang Surabaya. Dia mendapat tugas membenahi 22 cabang pembantu (capem) yang hasil audit operasionalnya terburuk se-Indonesia. Tung hanya butuh waktu empat bulan untuk membereskannya.
"Hasilnya, Surabaya memperoleh hasil audit terbaik di seluruh Indonesia. Dari nomor 20 jadi nomor satu," katanya. Setelah sukses itu, pimpinannya menugasi Tung membenahi cabang Kupang dan Malang.
Berkat kepiawaiannya, pertumbuhan kartu ATM BCA di kota Malang tercatat paling besar se-Indonesia. Jumlah kartu beredar mencapai 204.000 buah. Selain itu, tingkat mati mesin ATM-nya terendah se-Indonesia.
Saat menjadi pemimpin BCA kantor cabang utama Malang, pada 1998 bank yang saat itu sebagian besar sahamnya dimiliki Grup Salim tersebut diambil alih pemerintah. Dan, saat semua cabang kehabisan uang, cabang Malang justru kebanyakan uang. Deposito malah terus membanjir.
Keberhasilan demi keberhasilan di BCA yang diraih Tung membuat 12 perusahaan antre mengincarnya. Dia tak terlalu tertarik. Namun, ketika pada 2000 ayahnya sakit karena virus Methicillin Resistant Staphilococcus Aereus (MRSA), Tung baru sadar. Ternyata, hasil jerih payahnya, bahkan seluruh tabungannya, tidak cukup untuk membayar perawatan sang ayah di kamar kelas tiga RS Mount Elizabeth, Singapura. "Saya menangis sepanjang hari. Saya sadar ada yang salah dengan hidup saya," kata Tung.
Di ruang tunggu rumah sakit, Tung tak sengaja membaca pamflet promosi pelatihan Anthony Robbins di Negeri Singa. Nuraninya berkata harus ikut. "Tapi, saya tak punya uang," katanya. Saking kepinginnya ikut pelatihan, dia nekat meminjam USD 5.000 (sekitar Rp 45 juta) kepada temannya, Leo Chandra, pemilik Columbia Furniture. "Setelah ikut, saya putuskan mundur dari BCA pada Mei 2000," katanya mengenang keputusan besarnya saat dia berusia 33 tahun itu.
Ibu Tung sekarang sudah menjanda. Tapi, ayahnya meninggal bukan karena virus itu. "Ayah saya sempat sembuh dari Singapura. Seluruh saudara patungan untuk membayar biaya rumah sakit. Dari Ayah, saya belajar tentang kemauan yang begitu kuat untuk sehat, melawan rasa sakit dari dalam diri sendiri," ujar Tung yang saat menerima Jawa Pos petang itu didampingi asisten pribadinya, Diki M. Sidik.
Pada Februari 2001, Tung mulai mengkhususkan diri menjadi motivator dan pembicara publik. Dia berhasil "membarter" utangnya kepada Leo Chandra dengan melatih seluruh karyawan Columbia Furniture. Hasilnya, omzet perusahaan itu meningkat 430 persen.
Sukses di Columbia membuat namanya mulai dikenal. Lalu, satu demi satu klien berdatangan. Mulai perusahaan otomotif, perbankan, properti, sampai BUMN. Lagi-lagi dia berhasil menaikkan kinerja perusahaan yang ikut pelatihannya. Misalnya, penjualan helm DNI naik 800 helm dalam sehari, sales sampo Selsun naik 200 persen sebulan.
"Termasuk kantor Astra di Cilacap. Ketika penjualan otomotif di seluruh Indonesia turun, kantor itu justru naik 190 persen," ujar Tung sembari menunjukkan testimoni kliennya yang dikirim melalui email dan SMS.
Tung juga menjadi aktor di balik layar program BRItama Untung Beliung yang memperkenalkan iklan di media cetak dan elektronik dengan gaya yang tak konvensional itu.
"Presdir Bentoel, Pak Daryoto Setiawan, telepon saya. Katanya, penjualan Bentoel Prima naik 59 persen setelah saya mengisi seminar bulan lalu. Saya surprised sekali," ujar Tung yang memilih tidak merokok itu.
Karena jadwalnya yang begitu padat, Tung sering menyiasati medan ibu kota yang macet dengan menggunakan helikopter. Dia terbang dari landasan heli (helipad) Lippo yang terletak lima menit dari kediamannya. "Saya time share dengan Lippo. Tapi, saking seringnya saya pakai, heli itu seperti milik pribadi," ujarnya.
Tung juga menggunakan heli untuk berlibur di beberapa resor pribadinya. Misalnya, di Tanjung Lesung (lereng Gunung Krakatau) atau di Belitung. "Saya sangat bersyukur dengan perubahan hidup ini, sehingga (saya) bisa membelikan ibu mobil Previa, kado ulang tahun istri mobil SLK 200K, serta ajak anak-anak ke mana saja mereka mau," ujarnya.
Kehidupan ekonomi motivator yang menetapkan tarif USD 4.500 (sekitar Rp 40 juta) per tiga jam itu memang berubah drastis. Padahal, pada awal karirnya sebagai trainer, ke mana-mana Tung memakai mobil Panther Miyabi keluaran 1996.
Apa rahasia suksesnya? Salah satunya, kata Tung, menunda kesenangan. "Mental orang miskin itu ingin senang di depan. Belum apa-apa sudah kredit rumah, kredit mobil, mencicil ini, mencicil itu. Akhirnya hidupnya mencicil terus," ujarnya dengan ekspresi membelalakkan mata.
Menurut sahabat penulis buku pengembangan diri Robert T. Kiyosaki ini, orang-orang kaya bersedia prihatin sampai benar-benar bebas secara finansial. "Saya membeli semuanya hanya dari bagi hasil keuntungan berinvestasi," ujarnya.
Selain menjadi pembicara, Tung memang pebisnis ulung. Dalam sebulan terakhir, dia baru saja membuka tiga perusahaan baru. "Satu bikin tabung gas, yang kedua di bidang trading batik tulis dengan teknologi tiga menit jadi. Selain itu, perusahaan software Innertalk," katanya.
Tung saat ini juga menginvestasikan kekayaannya di luar negeri. Salah satunya membuka resor baru di La Paz, sebuah kota di Meksiko yang dekat dengan Negara Bagian California, Amerika Serikat. "Luasnya 500 hektare. Saya berbagi saham dengan Michael Hammer, sutradara film Shakespeare in Love," katanya.
Tung juga punya pabrik motor Torindo, pengembang 1.000 rumah TNI Angkatan Udara di Mekarsari, Bogor, dan mendirikan BPR di Tangerang.
Selain menunda kesenangan, kata Tung, orang kaya selalu berpikir positif. "Beda dengan orang miskin yang di otak selalu negatif. Lihat orang pindah rumah baru, bilang pasti hasil korupsi, beli mobil bagus, bilang pasti hasil berjudi. Selamanya orang seperti itu tak bakal sukses," katanya.
Sikap mental itu bisa dibiasakan dengan menggunakan kata-kata bermakna baik dalam setiap pembicaraan dengan orang lain. "Setiap bangun tidur, keluarga saya membiasakan langsung tersenyum lebar sambil bilang terima kasih Tuhan," ujarnya.
Tung yang baru saja dinobatkan menjadi pembicara favorit dalam seminar The World Greatest Guru di Malaysia dan Singapura 21-25 Mei lalu itu optimistis setiap orang Indonesia bisa kaya dan bahagia. "Saya menargetkan tahun depan sudah dua juta orang yang berubah hidupnya dari seminar saya, siaran radio saya, atau buku saya," katanya.
Buku Financial Revolution karya Tung sudah cetak ulang lima kali. Pada hari pertama penjualan buku itu terjual 10.517 secara eceran. "Itu masuk rekor Muri," ujarnya.
Saat Jawa Pos pamit pulang, Tung mengantarnya menuju shelter bus eksekutif jurusan Lippo Karawaci-Jakarta. Dia menyopiri sendiri mobil Alphard yang dilengkapi dengan GPS (geo positioning system) itu. "Kalau Anda ingin lebih kaya, tak perlu keluar dari profesi sekarang. Kuncinya miliki nilai tambah," ujarnya sambil terus menyetir.
Menurut dia, dalam bisnis koran kalau berita hanya sama dengan media lain, berarti tidak ada pertambahan nilai. "Harus lebih akurat, lebih kreatif, fotonya tajam, lay-out-nya cantik, maka orang akan berbondong-bondong membeli," katanya.
Setelah punya nilai tambah, hasilnya dikomunikasikan kepada orang secara tepat. "Korannya bagus, tapi tim pemasaran tidak jalan, tidak ada iklan, sama saja," katanya. (*)
Saat Jawa Pos datang ke sana Selasa (10/7) lalu, Tung Desem Waringin, si empunya rumah, sedang tidak ada di kediaman. Yang menyambut adalah Tung Tiago Masimo, putra ketiganya, yang sedang asyik bermain bola. Bocah yang belum genap dua tahun itu ditemani seorang pembantu.
"Silakan masuk, Mas. Bapak tadi pesan agar menunggu sebentar. Mobil beliau masih terjebak macet," ujar seorang pembantu sambil menekan remote control sehingga pagar elektronik itu membuka secara otomatis. Jika arus lalu lintas di tol lancar, kompleks Lippo Karawaci itu bisa ditempuh satu jam perjalanan dengan mengendarai mobil dari ibu kota.
Setelah menunggu sekitar setengah jam di ruang tunggu dekat garasi mobil, datang Toyota Alphard warna perak bernomor B 58 DW. Seorang pria tinggi kurus turun dengan sedikit melompat. Sambil tersenyum lebar, Tung menjabat tangan Jawa Pos dengan erat. "Maaf ya, agak lama. Ayo, ayo masuk," ujarnya.
Masuk ruang tamu, Tung langsung diserbu dua buah hatinya yang lain, Tung Waldo Kamajaya, 7, dan Tung Alta Kania, 4. Mereka melakukan tos tangan layaknya pemain basket. Tahu kalau ada wartawan, Waldo lantas minta difoto. "Maaf ya, kalau agak mengganggu. Mereka ini prime customer (pelanggan utama), jadi harus didahulukan," ujar Tung lantas tertawa.
Sibuk mengisi acara pelatihan dan seminar di berbagai kota hingga 52 kali dalam sebulan membuat waktu Tung untuk anak-anaknya begitu istimewa. "Salah satu indikator kesuksesan adalah keluarga yang harmonis dan bahagia," katanya. Karena itu, suami Suryani Untoro tersebut selalu menyisihkan delapan hari dalam sebulan untuk anak-anaknya. "Juga sebulan full dalam setahun untuk berlibur ke luar negeri," tambah pria 40 tahun itu.
Tung lantas mengajak Jawa Pos pindah ke ruang kerjanya di lantai dua. Lemarinya penuh dengan buku-buku bertema motivasi, ekonomi, dan perbankan. "Ini buku yang pertama mengubah hidup saya," ujarnya sambil menunjukkan koleksi buku karangan Anthony Robbins, motivator terkenal asal Amerika Serikat.
Sebelum menjadi seorang trainer, Tung berkarir di Bank Central Asia (BCA) pada 1992. Setelah lulus pelatihan di bank papan atas tersebut, alumnus Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta itu dikirim ke BCA cabang Surabaya. Dia mendapat tugas membenahi 22 cabang pembantu (capem) yang hasil audit operasionalnya terburuk se-Indonesia. Tung hanya butuh waktu empat bulan untuk membereskannya.
"Hasilnya, Surabaya memperoleh hasil audit terbaik di seluruh Indonesia. Dari nomor 20 jadi nomor satu," katanya. Setelah sukses itu, pimpinannya menugasi Tung membenahi cabang Kupang dan Malang.
Berkat kepiawaiannya, pertumbuhan kartu ATM BCA di kota Malang tercatat paling besar se-Indonesia. Jumlah kartu beredar mencapai 204.000 buah. Selain itu, tingkat mati mesin ATM-nya terendah se-Indonesia.
Saat menjadi pemimpin BCA kantor cabang utama Malang, pada 1998 bank yang saat itu sebagian besar sahamnya dimiliki Grup Salim tersebut diambil alih pemerintah. Dan, saat semua cabang kehabisan uang, cabang Malang justru kebanyakan uang. Deposito malah terus membanjir.
Keberhasilan demi keberhasilan di BCA yang diraih Tung membuat 12 perusahaan antre mengincarnya. Dia tak terlalu tertarik. Namun, ketika pada 2000 ayahnya sakit karena virus Methicillin Resistant Staphilococcus Aereus (MRSA), Tung baru sadar. Ternyata, hasil jerih payahnya, bahkan seluruh tabungannya, tidak cukup untuk membayar perawatan sang ayah di kamar kelas tiga RS Mount Elizabeth, Singapura. "Saya menangis sepanjang hari. Saya sadar ada yang salah dengan hidup saya," kata Tung.
Di ruang tunggu rumah sakit, Tung tak sengaja membaca pamflet promosi pelatihan Anthony Robbins di Negeri Singa. Nuraninya berkata harus ikut. "Tapi, saya tak punya uang," katanya. Saking kepinginnya ikut pelatihan, dia nekat meminjam USD 5.000 (sekitar Rp 45 juta) kepada temannya, Leo Chandra, pemilik Columbia Furniture. "Setelah ikut, saya putuskan mundur dari BCA pada Mei 2000," katanya mengenang keputusan besarnya saat dia berusia 33 tahun itu.
Ibu Tung sekarang sudah menjanda. Tapi, ayahnya meninggal bukan karena virus itu. "Ayah saya sempat sembuh dari Singapura. Seluruh saudara patungan untuk membayar biaya rumah sakit. Dari Ayah, saya belajar tentang kemauan yang begitu kuat untuk sehat, melawan rasa sakit dari dalam diri sendiri," ujar Tung yang saat menerima Jawa Pos petang itu didampingi asisten pribadinya, Diki M. Sidik.
Pada Februari 2001, Tung mulai mengkhususkan diri menjadi motivator dan pembicara publik. Dia berhasil "membarter" utangnya kepada Leo Chandra dengan melatih seluruh karyawan Columbia Furniture. Hasilnya, omzet perusahaan itu meningkat 430 persen.
Sukses di Columbia membuat namanya mulai dikenal. Lalu, satu demi satu klien berdatangan. Mulai perusahaan otomotif, perbankan, properti, sampai BUMN. Lagi-lagi dia berhasil menaikkan kinerja perusahaan yang ikut pelatihannya. Misalnya, penjualan helm DNI naik 800 helm dalam sehari, sales sampo Selsun naik 200 persen sebulan.
"Termasuk kantor Astra di Cilacap. Ketika penjualan otomotif di seluruh Indonesia turun, kantor itu justru naik 190 persen," ujar Tung sembari menunjukkan testimoni kliennya yang dikirim melalui email dan SMS.
Tung juga menjadi aktor di balik layar program BRItama Untung Beliung yang memperkenalkan iklan di media cetak dan elektronik dengan gaya yang tak konvensional itu.
"Presdir Bentoel, Pak Daryoto Setiawan, telepon saya. Katanya, penjualan Bentoel Prima naik 59 persen setelah saya mengisi seminar bulan lalu. Saya surprised sekali," ujar Tung yang memilih tidak merokok itu.
Karena jadwalnya yang begitu padat, Tung sering menyiasati medan ibu kota yang macet dengan menggunakan helikopter. Dia terbang dari landasan heli (helipad) Lippo yang terletak lima menit dari kediamannya. "Saya time share dengan Lippo. Tapi, saking seringnya saya pakai, heli itu seperti milik pribadi," ujarnya.
Tung juga menggunakan heli untuk berlibur di beberapa resor pribadinya. Misalnya, di Tanjung Lesung (lereng Gunung Krakatau) atau di Belitung. "Saya sangat bersyukur dengan perubahan hidup ini, sehingga (saya) bisa membelikan ibu mobil Previa, kado ulang tahun istri mobil SLK 200K, serta ajak anak-anak ke mana saja mereka mau," ujarnya.
Kehidupan ekonomi motivator yang menetapkan tarif USD 4.500 (sekitar Rp 40 juta) per tiga jam itu memang berubah drastis. Padahal, pada awal karirnya sebagai trainer, ke mana-mana Tung memakai mobil Panther Miyabi keluaran 1996.
Apa rahasia suksesnya? Salah satunya, kata Tung, menunda kesenangan. "Mental orang miskin itu ingin senang di depan. Belum apa-apa sudah kredit rumah, kredit mobil, mencicil ini, mencicil itu. Akhirnya hidupnya mencicil terus," ujarnya dengan ekspresi membelalakkan mata.
Menurut sahabat penulis buku pengembangan diri Robert T. Kiyosaki ini, orang-orang kaya bersedia prihatin sampai benar-benar bebas secara finansial. "Saya membeli semuanya hanya dari bagi hasil keuntungan berinvestasi," ujarnya.
Selain menjadi pembicara, Tung memang pebisnis ulung. Dalam sebulan terakhir, dia baru saja membuka tiga perusahaan baru. "Satu bikin tabung gas, yang kedua di bidang trading batik tulis dengan teknologi tiga menit jadi. Selain itu, perusahaan software Innertalk," katanya.
Tung saat ini juga menginvestasikan kekayaannya di luar negeri. Salah satunya membuka resor baru di La Paz, sebuah kota di Meksiko yang dekat dengan Negara Bagian California, Amerika Serikat. "Luasnya 500 hektare. Saya berbagi saham dengan Michael Hammer, sutradara film Shakespeare in Love," katanya.
Tung juga punya pabrik motor Torindo, pengembang 1.000 rumah TNI Angkatan Udara di Mekarsari, Bogor, dan mendirikan BPR di Tangerang.
Selain menunda kesenangan, kata Tung, orang kaya selalu berpikir positif. "Beda dengan orang miskin yang di otak selalu negatif. Lihat orang pindah rumah baru, bilang pasti hasil korupsi, beli mobil bagus, bilang pasti hasil berjudi. Selamanya orang seperti itu tak bakal sukses," katanya.
Sikap mental itu bisa dibiasakan dengan menggunakan kata-kata bermakna baik dalam setiap pembicaraan dengan orang lain. "Setiap bangun tidur, keluarga saya membiasakan langsung tersenyum lebar sambil bilang terima kasih Tuhan," ujarnya.
Tung yang baru saja dinobatkan menjadi pembicara favorit dalam seminar The World Greatest Guru di Malaysia dan Singapura 21-25 Mei lalu itu optimistis setiap orang Indonesia bisa kaya dan bahagia. "Saya menargetkan tahun depan sudah dua juta orang yang berubah hidupnya dari seminar saya, siaran radio saya, atau buku saya," katanya.
Buku Financial Revolution karya Tung sudah cetak ulang lima kali. Pada hari pertama penjualan buku itu terjual 10.517 secara eceran. "Itu masuk rekor Muri," ujarnya.
Saat Jawa Pos pamit pulang, Tung mengantarnya menuju shelter bus eksekutif jurusan Lippo Karawaci-Jakarta. Dia menyopiri sendiri mobil Alphard yang dilengkapi dengan GPS (geo positioning system) itu. "Kalau Anda ingin lebih kaya, tak perlu keluar dari profesi sekarang. Kuncinya miliki nilai tambah," ujarnya sambil terus menyetir.
Menurut dia, dalam bisnis koran kalau berita hanya sama dengan media lain, berarti tidak ada pertambahan nilai. "Harus lebih akurat, lebih kreatif, fotonya tajam, lay-out-nya cantik, maka orang akan berbondong-bondong membeli," katanya.
Setelah punya nilai tambah, hasilnya dikomunikasikan kepada orang secara tepat. "Korannya bagus, tapi tim pemasaran tidak jalan, tidak ada iklan, sama saja," katanya. (*)
Disadur
dari : http://www.gsn-soeki.com
AMBILAH
SETIAP PELAJARAN POSITIF DARI ARTIKEL DI ATAS UNTUK MENJADI PEMBELAJARAN BAGI
HIDUP KITA. BERDOA, BERJUANG DAN PANTANG MENYERAH !
MAJU TERUS BUAT PARA SOBAT KITA PASTI BISA MERAIH CITA-CITA MENJADI KENYATAAN.
MAJU TERUS BUAT PARA SOBAT KITA PASTI BISA MERAIH CITA-CITA MENJADI KENYATAAN.