Mahasiswi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Jindrayani
Nyoo Putro meneliti kulit kacang sebagai bahan baku baru untuk produksi
intermediate Bahan Bakar Bio-Jet.
"Saya tidak memiliki ekspektasi untuk menang, tapi saya bersyukur akhirnya
memenangi ajang Tokyo Tech Indonesian Commitment Awards 2013 (TICA) dalam
bidang Applied Science and Engineering," katanya di kampus setempat,
Minggu.
Berkat kemenangan dalam kompetisi TICA itulah, anak sulung dari empat
bersaudara itu diminta untuk mempresentasikan hasil penelitian tentang bahan
bakar dari kulit kacang itu ke Jepang pada 6-11 November 2013.
"Insiprasi saya untuk melakukan penelitian lebih dalam tentang kulit
kacang muncul ketika saya sedang makan gado-gado. Sayang sekali kalau kacang
yang menjadi bahan dasar bumbu makanan itu kulitnya dibuang percuma,"
ujarnya.
Dengan modal dasar pengetahuan bahwa lignoselulosa yang terkandung dalam
kulit kacang menarik perhatian para peneliti di dunia untuk dijadikan bahan
dasar bio-jet fuel, maka ia melakukan penelitian lanjutan tentang kulit kacang
itu.
"Lignoselulosa ini bersifat carbon neutral, bahan ini sama sekali tidak
memberikan efek buruk terhadap lingkungan, tetapi mampu mengatasi masalah efek
gas rumah kaca," kata mahasiswi semester 5 jurusan Teknik Kimia WM
Surabaya itu.
Menurut mahasiswi yang ingin menjadi peneliti itu, sintesa Lignoselulosa
hanya mengambil energi dari matahari, karbondioksida (CO2) dan air (H2O) dari
lingkungan, bahkan melepas oksigen (O2) yang berguna untuk kehidupan mahkluk
lainnya.
"Jadi, sumber daya alam bisa dijadikan sebagai bahan baku yang
berkelanjutan untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi,
sekaligus mengurangi biaya bahan baku pembuatan bahan bakar dan ramah
lingkungan," katanya.
Ia menyatakan kulit kacang memiliki prospek yang baik sebagai sumber daya
alam yang bisa digunakan di Indonesia karena jumlahnya berlimpah dan murah.
"Bahan bakar dibedakan menjadi bahan bakar primer dan sekunder sesuai
dengan kesiapan bahan baku. Bahan bakar primer seperti kayu bakar dan lemak
hewan digunakan secara langsung untuk pemanasan, memasak, dan produksi
listrik," katanya.
Bahan bakar sekunder seperti biodiesel dan bioetanol terbagi menjadi tiga
generasi, yakni generasi pertama dari bahan pangan, generasi kedua dari produk
samping pertanian dan sisa-sisa dari perindustrian, dan generasi ketiga
mikroalga.
"Generasi pertama mempunyai kerugian yaitu adanya batasan lingkungan
dan ekonomi, karena seiring dengan meningkatnya produksi bahan bakar maka akan
terjadi persaingan lahan yang digunakan antara produksi pangan dan kapasitas
produksi bahan bakar, sehingga bisa memicu masalah kelaparan dan gizi
buruk," katanya.
Oleh karena itu, bahan sekunder dari generasi kedua dan ketiga merupakan
alternatif yang memungkinkan, termasuk kulit kacang merupakan bahan baku dari
generasi kedua (produk sampung pertanian).
"Jujur, saya sempat pesimistis dengan penelitian ini akan bisa menang,
karena tahun lalu kalah ikut TICA, sama sekali tidak masuk nominasi. Saat itu,
saya patah hati dan menangis. Saya tidak mau melakukan penelitian lagi selama
satu semester, tapi saya harus bangkit lagi demi orang tua dan impian
saya," katanya.
sumber:http://id.berita.yahoo.com/mahasiswi-wm-teliti-bahan-bakar-kulit-kacang-022515456.html