Pengumuman itu disampaikan Menteri Pertahanan Saudi Muhammad
bin Salman kemarin.
Aliansi itu nantinya akan bermarkas di Riyadh, berisi
sejumlah negara di Timur Tengah, Afrika, dan Asia, termasuk negara kuat di
Teluk dan Turki, kecuali Iran dan Suriah. Negara-negara itu antara lain Qatar,
Uni Emirat Arab, Pakistan, dan Malaysia.
Menurut kantor berita Saudi SPA, aliansi itu akan
berkoordinasi dan mendukung operasi militer untuk melawan terorisme di Irak,
Suriah, Libya, Mesir, dan Afganistan.
Negara di Afrika yang kerap mendapat serangan dari kelompok
militan antara lain Mali, Chad, Somalia, dan Nigeria, juga termasuk dalam
aliansi bentukan Saudi ini.
Dengan tidak masuknya Iran dan Suriah, negara yang mayoritas
berpaham Islam Syiah, tampak sekali aliansi berisi negara-negara yang berpaham
mayoritas Islam Sunni. Apakah ini bisa disebut bentuk lain dari sentimen anti
Syiah atau perpanjangan dari konflik Sunni-Syiah di Timur Tengah? Selama ini
sudah cukup menjadi rahasia umum, Saudi dan Iran adalah musuh yang saling
berebut pengaruh di Timur Tengah.
Amerika Serikat yang bersekutu dengan Arab Saudi mendukung
langkah ini.
"Kami menanti paparan lebih jelas dari Arab Saudi
tentang koalisi ini," kata Menteri Pertahanan Amerika Ashton Carter kepada
para wartawan di Turki.
"Tapi secara umum, langkah ini sejalan dengan apa yang
sudah kita gaungkan belakangan ini, yaitu keterlibatan lebih jauh dari
negara-negara Sunni Arab untuk memerangi ISIL (ISIS)."
Turki yang belakangan ini dituding menjalin kerjasama bisnis
minyak dengan ISIS mengatakan siap membantu kapan saja untuk mendukung koalisi
ini.
"Turki siap membantu dalam bentuk apa saja untuk
melawan terorisme, tak peduli di mana pun atau siapa pun yang
mengorganisasikannya," ujar Perdana Menteri Ahmet Davutoglu kepada
wartawan di Ankara, seperti dilansir stasiun televisi Aljazeera, Selasa (15/12).
Indonesia disebut-sebut turut bergabung dengan aliansi ini.
Namun hal tersebut dibantah oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Juru Bicara Kemlu Arrmantha Nasir mengatakan Indonesia
memang diminta untuk bergabung dalam aliansi kerja sama melawan ekstremisme dan
terorisme dari Saudi. Namun format kerja sama lebih rinci belum diberikan.
"Kita juga memiliki beberapa center di Indonesia
seperti JCLEC yang melakukan upaya untuk menanggulangi terorisme dan
ekstremisme," ujar pria akrab disapa Tata itu melalui pesan singkat kepada
merdeka.com.
Tata juga menuturkan Menlu Retno L. P. Marsudi meminta terms
of reference (TOR) dan Modalitas Kerja Sama kepada Menlu Saudi. Hal itu
dilakukan supaya dapat dipelajari, agar nantinya dapat mempertimbangkan
dukungan atau keikutsertaan Indonesia dengan aliansi yang direncanakan Arab
Saudi.
"Sampai saat ini, Indonesia belum mendapat TOR atau
Modalitas dari rencana pembentukan center tersebut," serunya.
Jubir Kemlu ini juga mengatakan yang diumumkan Arab Saudi
hari ini merupakan aliansi militer. Bukan aliansi kerja sama melawan
ekstrimisme dan terorisme.
"Yang diumumkan Arab Saudi hari ini adalah Aliansi
Militer, bukan "center to coordinate against extremism and terrorism"
maka semakin penting untuk Indonesia terlebih dahulu mendapatkan TOR dan
Modalitas sebelum memutuskan dapat memberikan dukungan, agar dapat sejalan
dengan prinsip prinsip politik luar negeri Indonesia," pungkasnya.
sumber:http://www.merdeka.com/dunia/bikin-gentar-34-negara-islam-dipimpin-arab-saudi-akan-serang-isis-splitnews-2.html