Berikut
selengkapnya:
5 Ancaman Donald Trump yang
Paling 'Ekstrem', Akankah Terwujud?
Semboyan Donald Trump adalah,
'Make America Great Again'. Tapi, selama kampanye , justru retorika penuh yang
kebencian kerap dilontarkan.
Janji-janjinya yang berlebihan
bahkan cenderung berbahaya ternyata dapat memikat para pendukungnya. Belum lagi
cara dia mengolok-olok lawannya, Hillary Clinton. Mulai dari memanggilnya
'crooked Hillary' hingga 'nasty woman'.
Bahkan, di debat kedua capres
AS, Trump mengancam akan memenjarakan Hillary jika ia jadi presiden.
Kini Trump terpilih jadi
Presiden ke-45 AS. Akankah ia akan mewujudkan ancamannya?
1. Tembok Pembatas
Ucapannya yang paling
kontroversial adalah ia ingin Meksiko membangun tembok tinggi di perbatasan
dengan AS.
"Karena mereka
mengirimkan masalah. Orang-orang Meksiko membawa obat-obatan, mereka kriminal,
mereka pemerkosa, meski saya berasumsi, ada orang baik juga," ucapnya pada
Juni 2015.
"Oleh sebab itu saya akan
membangun tembok -- yang 'cantik' -- terkait kebijakan imigrasi saya,"
lanjutnya.
Trump pun bersikeras bahwa
Meksiko yang akan membayarnya. Meskipun saat ia datang ke Meksiko dan bertemu
Presiden Enrique Peña Nieto pada Agustus, tak disinggung isu itu.
Partai Demokrat dan pemilih
moderat pun mengecam kebijakan itu. Namun, rencana liar itu didukung oleh para
pemilihnya.
2. Penjarakan Hillary Clinton
Retorika penjarakan Hillary
bergaung saat Konvensi Nasional Republik. Semenjak saat itu, kalimat 'tahan Hillary'
menjadi sebuah ritual di dalam kampanye Trump.
Dalam debat kedua, ancaman itu
terlontar secara langsung oleh Trump.
"Hillary tak tahu apa
maksud huruf C di email-email yang dimaksud," potong Trump. Miliader
nyentrik itu makin keras terkait dengan skandal email mantan Menlu AS itu.
Trump mengatakan, sangat tidak
mungkin Hillary menghapus 30.000 email.
"Kalau saya jadi
presiden, Hillary akan saya bawa ke penjara," potong Trump.
Banyak politikus baik dari
sayap kiri maupun kanan merasa tertampar oleh komentar Trump. Namun tidak bagi
pendukungnya.
Pada 11 hari menjelang hari
pencoblosan, direktur FBI, James Comey mengatakan ada email baru --yang berbeda
dengan email sebelumnya.
Namun hanya dalam hitungan
hari, Comey membersihkan nama Hillary. Sayangnya, nasi sudah menjadi bubur.
Pengumuman skandal email terbaru itu diduga menjadi andil penyebab kekalahan
capres Demokrat itu.
3. Pelarangan Muslim
Hampir setahun lalu, tak lama
setelah insiden penembakan di San Bernardino, California, Trump mengeluarkan
rencana paling dramatis: "menutup pintu bagi muslim untuk masuk ke AS
sampai perwakilannya mengetahui apa yang sedang terjadi."
Proposal itu kemudian
berkembang 11 bulan kemudian, sehingga sulit untuk mengidentifikasi posisi yang
tepat Trump tentang masalah tersebut.
Dia akhirnya mengatakan
larangan itu diterapkan untuk imigrasi "dari bangsa yang dicap penghasil
terorisme.
Bulan lalu, pasangan Trump,
Mike Pence, menyebut rencana itu "ofensif dan inkonstitusional,"
mengatakan bahwa Trump tidak lagi mendukung larangan umat Islam memasuki AS.
Tapi para Republikan tampaknya
percaya Trump akan melaksanakan itu.
Data exit poll dari awal tahun
ini menemukan mayoritas pemilih GOP pemilih mendukung larangan sementara
terhadap Muslim memasuki negara itu.
4. Hapus ObamaCare
Partai Republik mencoba
menolak rencana Presiden Obama terkait asuransi kesehatan Obamacare semenjak
digelontorkan tahun 2010. Namun, baru kali ini Grand Old Party akhirnya punya
seseorang di Gedung Putih untuk membatalkannya.
Trump mencela Affordable care
Act, atau Obamacare yang dianggap bencana. Ia akan menggantikannya dengan
skema, yang katanya, lebih baik.
Padahal, semenjak adanya
Obamacare, lebih dari 20 juta warga AS kini punya asuransi kesehatan.
5. Pembatalan NAFTA dan TPP
Kemenangan mustahil Trump
didorong sebagian besar oleh kemenangannya negara bagian di sepanjang jalur
Rust Belt. Negara-negara seperti Wisconsin dan Pennsylvania beralih ke GOP
untuk pertama kalinya sejak tahun 1980-an, dengan kemenangan telak di Michigan.
Trump menginspirasi pemilih di
sana dengan pesan populis seperti perdagangan bebas dan berjanji mengembalikan
masa-masa kejayaan.
Kedua penawaran tersebut, the
North American Free Trade Agreement (NAFTA) dan the Trans-Pacific Partnership
(TPP), memberi Trump peluang terbuka bagi para pemilih Rust Belt - dan terbukti
menjadi titik lemah politik untuk Clinton.
Hillary yang tak setuju TPP,
ditentang oleh banyak Demokrat. Ketidakkompakan antara Hillary dan partainya
membuat Trump mengambil kredit.
Dan posisi Hillary pada NAFTA,
yang ditandatangani menjadi undang-undang oleh suaminya mantan Presiden Bill
Clinton, sulit untuk dijabarkan.
Sebaliknya, Trump telah tegas
dalam penentangannya terhadap keduanya. Dia telah bersumpah untuk negosiasi
ulang persyaratan dari NAFTA dengan Meksiko dan Kanada, menarik keluar dari
perjanjian itu , dan mengatakan ia tidak akan menyetujui TPP jika ia terpilih
sebagai presiden.
sumber:http://global.liputan6.com/read/2648597/5-ancaman-donald-trump-yang-paling-ekstrem-akankah-terwujud