Penyerangan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cebongan pada 23 Maret
2013 dini hari berlangsung 15 menit. Dari fakta yang berserakan, penyerbuan itu
menyisakan beberapa kejanggalan. Berikut ini kejanggalan-kejanggalan atau
pertanyaan seputar fakta peristiwa yang terjadi.
Tempat Penitipan Tahanan
Peristiwa bermula pada Selasa dinihari, 19 Maret 2013. Anggota TNI AD Sersan
Satu Santoso ditemukan tewas di Hugo's Cafe, Sleman, DIY. Siangnya, seluruh
pelaku pengeroyokan berhasil ditangkap jajaran Polda. Awalnya, keempat pelaku
ditahan di Kepolisian Resor Sleman, kemudian dipindah ke Mapolda Yogyakarta.
Dengan alasan sel di Mapolda rusak, maka dititipkan ke Lembaga Pemasyarakatan
(LP) II-B Cebongan.
Menjadi pertanyaan, mengapa harus menunggu empat hari dilakukan pemindahan,
padahal alasannya faktor keamanan? Mengapa penitipan tahanan tidak dilakukan di
LP kelas I-A Wirogunan, Yogyakarta, yang letaknya lebih dekat dari pusat kota?
Saat itu penyelidikan sudah diambil alih Polda. LP Cebongan yang terletak di
Desa Sumberadi, Kecamatan Mlati, itu jauh dari keramaian serta diapit kebun
singkong dan sawah. Lokasi ini menguntungkan penyerang.
Tidak Ada Jaminan Keamanan di LP Cebongan
LP Cebongan kurang mendapat pengamanan setelah empat tahanan datang ke LP.
Kepala LP, Sukamto, sekitar pukul 13.30, meminta penambahan personel keamanan
ke Kepolisian Resor Sleman dan Mlati. Ketika itu polisi menjamin pengamanan LP.
Sekitar pukul 18.30, Sukamto mendapat informasi dari anak buahnya bahwa ada
gerombolan yang mendatangi Yogyakarta terkait pembunuhan anggota Kopassus.
Sukamto langsung menghubungi Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Yogyakarta,
Rusdianto, meminta tambahan pengamanan dari polisi. Sayang, Rusdianto sampai
pukul 23.30 tidak bisa mengontak petinggi Polda.
Padahal, setelah pelaku pembunuhan dititipkan di LP Cebongan, Kapolda
Yogyakarta Brigadir Jenderal Sabar Rahardjo mengaku sudah meminta jaminan
keamanan kepada Pangdam IV Mayor Jenderal Hardiono Saroso. "Saya jamin,
Dik, tidak akan terjadi apa-apa," seru Kapolda menirukan jawaban Hardiono.
Dari kronologi kejadian, pelaku penyerangan ternyata hanya mengumpulkan
kepala keamanan Margo Utomo dan para sipir. Saat peristiwa terjadi, tidak ada
anggota kepolisian, yang berarti tidak ada pengamanan tambahan.
Peluru Kaliber 7,62 Milimeter.
Menurut polisi, 31 selongsong dan 20 proyektil yang ditemukan saat
penyerangan LP Cebongan merupakan peluru kaliber 7,62 milimeter. Pihak TNI
langsung cepat menyanggah peluru itu berasal dari senjata TNI. "Setahu
saya, itu sudah bukan standar TNI lagi," kata Kepala Badan Intelijen
Nasional Marciano Norman. Kaliber 7,62 mm biasanya digunakan pada senapan
AK-47.
Pelaku sepertinya pintar memilih senjata AK-47 karena rata-rata kesatuan TNI
sudah memakai senjata SS1 dengan kaliber peluru 5,56 mm. Namun belum tentu juga
senapan yang dipakai pelaku penyerangan LP menggunakan AK-47. Kaliber 7,62 mm
juga masih digunakan pada senapan Sabhara Rifle, sebuah varian dari SS1 yang
banyak digunakan oleh TNI dan Polri. Selain itu, kaliber 7,62 mm juga digunakan
untuk senjata sniper. Kelebihan AK-47 adalah tahan banting. Apalagi kaliber 7,62
mm sudah bisa diproduksi oleh Pindad.
sumber:yahoo.com
TERIMAKASIH SUDAH BERKUNJUNG KE BLOG INI, SEMOGA ARTIKEL INI MENAMBAH WAWASAN & MEMBERIKAN MANFAAT BAGI KITA SEMUA YANG MEMBACANYA...JANGAN LUPA UNTUK SELALU BERKUNJUNG KEMBALI...KARENA MASIH BANYAK ARTIKEL MENARIK LAINNYA YANG MENUNGGU UNTUK DIBACA OLEH PARA SOBAT SEMUA.
SELURUH ISI DARI BLOG INI BOLEH DI COPY-PASTE/DISEBARLUASKAN DENGAN SYARAT MENCANTUMKAN LINK SUMBER DARI BLOG INI. THANKS... !