Dalam bekerja sehari-hari, ada sebagian orang yang lebih banyak
menggunakan otak ketimbang ototnya. Orang-orang semacam itu tak punya pilihan,
untuk selalu menjaga kesehatan organ tubuh vital satu-satunya itu.
Syukur-syukur bukan cuma menjaga, tapi juga mengoptimalkannya.
"Kalau dia itu nasinya tolong yang banyak, Bu. Dia 'kan kuli
pasar," ujar Yanto kepada ibu penjual nasi, sambil menunjuk Joko.
Celetukan di sebuah warung nasi itu langsung menyegarkan suasana yang sangat
panas. Joko, seorang designer creative sebuah media cetak, pun cuma
bisa senyum-senyum saja. Sudah biasa baginya diejek seperti itu.
Diejek? Ya, tentu saja. Jelas-jelas ia bukan kuli pasar. Untunglah ia tidak
marah, sebab memang sudah jadi kebiasaannya, makan siang dengan porsi berlebih.
Bagi Joko, baik kuli pasar - yang konotasinya cuma bekerja mengandalkan
fisik - atau tukang kreatif seperti dia, tetap harus makan dalam jumlah yang
cukup. Kalau asupan kurang, seorang kuli pasar tidak akan punya tenaga untuk
mengangkut beban. Sementara Joko, otaknya yang tidak mau diajak kompromi.
Obrolan tadi memang mewakili pandangan banyak orang selama ini tentang dua
jenis pekerjaan. Kerja otot dan kerja otak. Keduanya berbeda, bahkan bisa
dibilang bertolak belakang. Coba renungkan, Anda termasuk yang mana?
Wendy, penulis blog yang sedang jauh dari rumah, menulis di halaman situs
blognya, "Dari segi gengsi, kerja pake otak kedengarannya memang
lebih keren karena (biasanya) identik dengan pakaian rapi, kubikel
dengan komputer, parfum, AC, dan dasi. Sedangkan kerja otot identik dengan
keringat, ban berjalan, mesin-mesin, dan rutinitas." Apa benar?
Agak sedikit berbeda, Nugroho, MM, ACS, CL, tokoh pendidikan muda yang
visioner dan enerjetik mencoba membedah kerja otot versus kerja otak ini.
Menurutnya, kerja otot dan kerja otak, berujung pada si Sukses dan si Gagal, si
Bahagia dan si Menderita. Wah!
Penjelasannya begini. Bila seseorang menjalani hidupnya dengan lebih dominan
mengandalkan ototnya, akan mendapatkan hasil yang berbeda dari orang yang lebih
dominan dalam mengandalkan otaknya. Orang yang mengandalkan otot adalah tipe
orang yang bekerja sendiri (one man show) sementara orang yang bekerja
dengan otaknya akan bekerja dengan melibatkan orang lain seraya membangun
kerjasasama tim. Istilahnya, (team work building).
Orang yang mengandalkan otot cenderung tidak punya waktu untuk dirinya
sendiri. Sementara orang "berotak" lebih fleksibel dalam pengaturan
waktu. Sebabnya, orang yang bekerja sendiri tidak berani atau bahkan mungkin
tidak tahu bagaimana mendelegasikan pekerjaan kepada orang lain. Sementara yang
bekerja dalam tim cenderung saling membantu dalam menjalankan tugas.
Namun tulisan ini tidak akan berlarut-larut dalam polemik perbedaan kerja
otot dan kerja otak. Mari mengupas bagaimana jika kita termasuk orang yang
mengandalkan kerja otak. Apa yang mesti kita persiapkan agar otak senantiasa
siap diajak bekerja. Kalau perlu sampai lembur.
Mirip komputer
Otak, sampai sekarang masih menyimpan banyak misteri. Sigmun Freud, si pakar
psikoanalisa itu, berteori, otak manusia adalah segala-galanya. Sedangkan dalam
buku Use Your Head, Tony Buzan menyebutkan, otak ibarat raksasa tidur.
Sebabnya, banyak hal yang belum diungkap secara keilmuan.
Sejauh ini sering kita mendengar, otak terbagi menjadi dua bagian penting, yakni otak kanan dan otak kiri. "Otak kiri untuk hal-hal yang rasional, nyata, berpikir linier. Sedangkan otak kanan kaitannya dengan imajinasi, musik, kesenian, merasa bahagia, konstruksional," tutur dr. Samino, Sp.S. (K), spesialis saraf dari RS Islam Cempaka Putih.
Kenyataannya, selama ini kebanyakan hanya otak kiri yang diberdayakan. Tapi
sejak munculnya istilah kecerdasan emosi, otak kanan pun mulai banyak dibahas.
Trik dan metode mengoptimalkan otak kanan mulai bermunculan.
Kedua "otak-otak" itu memang harus dimanfaatkan secara seimbang.
Pasalnya, memori yang dibangun otak kiri akan menjadi memori jangka panjang
yang disimpan otak kanan. Jadi, antara otak kiri dan kanan, punya semacam
jembatan penghubung.
Jika dianalogikan, otak mirip komputer. Mungkin inilah sebabnya, di
Tiongkok, komputer diistilahkan sebagai jun nye, yang arti langsungnya
"otak listrik" atau otak yang bekerja pakai listrik. Seluruh aktivitas
tubuh merupakan refleksi dari program-program yang ada di dalam otak.
Chip-nya otak adalah neuron atau sel saraf. Neuron adalah sel yang
mempunyai juluran-juluran yang menghantar rangsangan. Juluran yang menghantar
rangsang ke badan sel yang mengandung inti di dalamnya disebut dendrit.
Sedangkan juluran yang menghantar rangsang keluar dari badan sel disebut akson.
Sel-sel saraf yang berhubungan satu sama lain membentuk suatu jaring
perkawatan. Hubungan antara satu sel saraf dengan sel saraf lain disebut
sinapsis. Makin rimbun hubungan antarsel saraf, makin tinggi kecerdasannya.
Jadi, tingkat kecerdasan tidak berkaitan dengan besar atau berat otak, yang
sekitar 1,5 kg itu.
Makin banyak dan baik asupan program yang terjadi pada proses belajar, makin
banyak percabangan juluran sel saraf yang terjadi. Ini berarti daya mengingat
meningkat. Jadi, ingatan terwujud sebagai cabang-cabang juluran sel sarah
dengan sinapsis-sinapsisnya.
Tapi masalahnya, jumlah sel saraf tidak dapat bertambah. Malah bisa menyusut
seiring tambah usia. Kematian sel otak bahkan sudah dimulai semenjak kelahiran.
Karena sel-sel otak tidak diperbarui sejak kita lahir, jumlah totalnya akan
mulai berkurang. Percabangannya memang dapat terbentuk terus hingga usia
lanjut. Hanya saja, sama seperti alat yang jika jarang digunakan bakal timbul
masalah, begitu pula otak. Kalau jarang digunakan, otak akan melisut.
Percabangan juluran sel saraf juga rusak dan menggersang.
"Jadi, jika mau bugar otaknya, pakai terus!" saran Samino,
menyimpulkan segala kerumitan tentang persarafan di dalam kepala ini.
Use it or loose it
Agar dapat sepenuhnya menggunakan potensi otak, kita harus belajar
memandangnya sebagai bagian dari tubuh kita. Sama seperti otot dan sendi yang
menjadi kaku bila tidak digunakan, otak pun akan kehilangan kemampuannya bila
tidak dimanfaatkan. Seperti halnya peregangan dan olahraga untuk memelihara
kondisi fisik, kita juga perlu meregangkan dan melatih otak untuk memelihara
dan mengembangkan "kondisi otak" kita.
Ada banyak cara untuk merawat otak. "Yang penting memperhatikan gaya
hidup saja. Gaya hidup ini meliputi pola makan, pola latihan fisik, dan pola
tidur," tegas Samino.
Memperhatikan pola makan, termasuk di dalamnya menjauhi kebiasaan merokok
dan makan makanan yang mengarah terjadinya sklerosis pembuluh darah. Pola pikir
juga penting diperhatikan, sebab ketika otak bekerja ia menghasilkan zat-zat
sampah yang akan mengganggu metabolismenya. "Jadi perlu di-recovery.
Kalau tidak otak akan kelelahan," tambah Samino.
Untuk menjaga agar otak tidak lelah, maka tubuh perlu tidur rata-rata enam
jam sehari. Namun, meski tubuh tidur, otak sebenarnya tidak sepenuhnya
istirahat. "Ia tetap bekerja meski dalam kondisi basal, yakni kerja
minimal untuk memberikan pengaturan bagi sistem tubuh," kata Samino.
Mengenai lamanya tidur, Samino menegaskan, "Tidak tergantung umur.
Tidur yang bagus ya segitu. Memang, pada orang tua tidurnya kurang. Ada yang
cuma empat jam atau bahkan dua jam. Tapi itu 'kan karena ada masalah. Sel-sel
otaknya banyak yang mati, jadi mengganggu pola tidurnya. Umur yang bertambah
memang membuat tubuh akan melisut. Akan terjadi kemunduran baik secara fisik
maupun faal. Rambut memutih, tulang mengeropos, dan begitu juga otaknya."
Karena otak berhubungan dengan setiap bagian lain tubuh, olahraga fisik juga
menjadi bagian tidak terpisahkan dalam memelihara otak agar selalu dalam
kondisi puncak. Aktivitas intelektual macam berdebat dan memainkan permainan
strategi seperti catur dan "Go" merupakan olahraga otak yang sangat
baik.
Belajar juga salah satu cara untuk memelihara - bahkan dapat meningkatkan kemampuan otak. Jangan puas dengan karir yang dicapai hari ini. Jika memungkinkan, Samino menyarankan agar terus ditingkatkan. Prinsipnya no time for loose sebab sel-sel otak itu hanya mengenal hukum use it or loose it.
Optimalkan bersama ALISSA
Untuk mengoptimalkan otak, dalam bukunya Manajemen Kecerdasan,
Taufiq Pasiak - dosen Anatomi Sistem Saraf Pusat Universitas Sam Ratulangi,
Manado - menjabarkan enam cara yang untuk memudahkan disingkat menjadi ALISSA
(Amankan, Latihan fisik, Informasi dan gizi, Santai, Sosialisasi, Aku
mencintai).
Apa maksud itu semua, mari kita kupas lebih dalam.
Amankan, maksudnya selalu melindungi otak. Meski dijaga berlapis-lapis
struktur - termasuk adanya cairan yang berfungsi sebagai peredam kejut (shock
absorber) - otak sangat rentan terhadap penyakit dan trauma fisik.
Waspadai penyakit ringan - macam flu - yang dapat berpotensi merusak otak kalau
tidak diantisipasi dengan baik. Trauma lahir juga dapat merusak otak dan
menghambat perkembangan, termasuk perawatan bayi yang tidak semestinya.
Latihan fisik penting, tapi bukan satu-satunya cara membuat otak menjadi
kuat sebagaimana didengungkan oleh mereka yang tidak melatih otak. Latihan
fisik hanya melatih sedikit daerah sensorik otak dan semua daerah motorik.
Latihan fisik paling baik jika melibatkan dua bagian tubuh, kiri dan kanan,
secara seimbang, terutama jika jari-jemari dilibatkan secara intens. Dari semua
bagian motorik tubuh, jari-jemari dan lidah memiliki daerah pengaturan yang
paling besar di otak.
Segala informasi, terutama yang baru dan unik, serta makanan bergizi punya
peran penting pada pembentukan dan pengayaan sinaptik pada sel-sel saraf. Zat
gizi seperti omega-3 dan omega-6 dapat menguatkan fungsi sel saraf sebagai
penguat (booster) bagi dirinya sendiri. Yang jauh lebih penting,
memberikan ASI kepada bayi, sebab kandungan DHA-nya lebih baik dan lebih banyak
dibanding susu formula.
Otak memang tak kenal istirahat. Namun konsolidasi memori antar-sel saraf
akan optimal saat otot-otot tubuh istirahat tidur. Saat itulah otak sedang
santai. Ada banyak cara untuk menyantaikan otak, seperti mendengar musik,
menulis puisi, mencermati lukisan naturalisme, atau yang lebih teknis:
meditasi. Otak yang santai dapat menjadi alat untuk self therapy.
Sosialisasi membuat semua organ perifer otak, seperti indera-indera, selalu
terangsang. Bagian sentral, terutama kulit otak dan sistem limbik, dapat
bekerja secara baik. Dengan mengobrol, rasa dan rasio dapat terangsang.
Sosialisasi akan melatih kekuatan emosi (EQ), kemantapan spiritual (SQ), dan
kecerdasan rasio (IQ).
Mencintai sangat baik bagi otak. Bawaan manusia antara lain need of
affection, kebutuhan akan kasih, sayang, dan cinta, dalam kehidupan
sehari-harinya. Cinta yang paling baik adalah memberi daripada menerima. Banyak
penelitian otak yang membuktikan bahwa pengeluaran hormon stres dapat dihambat
dengan perasaan yang penuh cinta dan kasih sayang. Tiga sifat yang sangat ampuh
merusak otak adalah iri, serakah, dan sombong.
Nah, dengan ALISSA ini, semoga mereka yang melakukan kerja otak bisa lebih
mengoptimalkan otaknya.
sumber:http://intisari-online.com/read/mau-sehat-pakai-terus-otak-anda