Kadang-kadang penting untuk
berpikir dua kali sebelum mengatakan sesuatu, sehingga kita tak mendapat
konsekuensi dari kata-kata yang kita lontarkan.
Tetapi dengan munculnya media
sosial, kita juga perlu ekstra hati-hati dengan apa yang kita tulis, terutama
mengenai sebuah cerita yang dibagikan ke akun medsos, karena kita tak tahu
dampak apa yang akan terjadi dari status yang kita buat tersebut.
Patrick Snay, seorang pendidik
profesional yang berkeinginan menjadi kepala sekolah dari Gulliver Preparatory
School di Miami ini tak seperti kebanyakan orang yang ingin pensiun di usia 65
tahun. Karena ia mencintai profesinya, maka ia ingin terus menjadi guru.
Sayangnya, sekolah menolak untuk memperpanjang kontraknya.
Dilansir elitereaders, Jumat
(15/7/2016), karena diskriminasi usia, Patrick akhirnya merespon dengan
menuntut Gulliver ke pengadilan setempat. Untungnya pengadilan mendukungnya dan
memberikan uang 150 ribu dolar untuk biaya pengacara dan berbagai hal yang
diperlukannya.
Tak disangka, Patrick akhirnya
memenangkan kasusnya. Momen tersebut pun disambut bahagia keluarga, termasuk
putrinya, Dana.
Dana, anaknya yang juga alumni
dari Gulliver kontan menuliskan status atas kemenangan ayahnya di akun
Facebooknya yang memiliki 1,200 teman. Tapi hal buruk malah terjadi padanya.
"Mama dan Papa Snay
memenangkan kasus terhadap Gulliver. Gulliver kini resmi membayar untuk liburan
musim panas ini ke Eropa. SUCK IT," tulis Dana dalam akun Facebook-nya.
Keputusan Patrick memberitahu
putrinya tentang hasil kasus ini sebenarnya melanggar klausul kerahasiaan dalam
perjanjian. Meski ia bisa mengajukan banding pada kasus ini, tapi peluangnya
untuk menang bisa sangat tipis.
Dana akhirnya merasa bersalah
tentang apa yang dia lakukan, sang ayah juga harus membayar ganti rugi sebesar
Rp 1 miliar atas status Facebook yang dibuatnya. Dia juga memutuskan untuk
meninggalkan Facebook untuk sementara waktu.
sumber:http://citizen6.liputan6.com/read/2553361/gara-gara-status-facebook-anak-ortu-kehilangan-rp-1-m