Kamis, 27 September 2012

Siapakah Jon Kei ?

Sabtu sore, 18 Februari sekitar jam 17:00 di sebuah stasiun TV tiba tiba ada berita tentang John Kei. Bahkan untuk memperjelas siapakah John Kei, di stasiun TV tersebut ditambahkan kata Gangster. Nama John Kei bukanlah nama yang asing bagi sebagian kalangan di Jakarta, tetapi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, ini tentu nama baru.
Siapakah John Kei.  Saya kutip dari Kaskus.
jhon Refra Kei atau yang biasa disebut Jhon Kei, tokoh pemuda asal Maluku yang lekat dengan dunia kekerasan di Ibukota. Namanya semakin berkibar ketika tokoh pemuda asal Maluku Utara pula, Basri Sangaji meninggal dalam suatu pembunuhan sadis di hotel Kebayoran Inn di Jakarta Selatan pada 12 Oktober 2004 lalu.
Padahal dua nama tokoh pemuda itu seperti saling bersaing demi mendapatkan nama lebih besar. Dengan kematian Basri, nama Jhon Key seperti tanpa saingan. Ia bersama kelompoknya seperti momok menakutkan bagi warga di Jakarta.
Untuk diketahui, Jhon Kei merupakan pimpinan dari sebuah himpunan para pemuda Ambon asal Pulau Kei di Maluku Tenggara. Mereka berhimpun pasca-kerusuhan di Tual, Pulau Kei pada Mei 2000 lalu. Nama resmi himpunan pemuda itu Angkatan Muda Kei (AMKEI) dengan Jhon Kei sebagai pimpinan. Ia bahkan mengklaim kalau anggota AMKEI mencapai 12 ribu orang.
Lewat organisasi itu, Jhon mulai mengelola bisnisnya sebagai debt collector alias penagih utang.
Sedangkan kata Gangster bagi sebagian masyarakat Indonesia adalah kata yang sebenarnya cukup asing atau tidak familier.
Mendengar kata Gangster, memori di kepala tiba-tiba mengarah ke Mafia, Preman, Yakuza dan sebagainya. Meskipun sebenarnya setiap kata tersebut memiliki arti yang berbeda.
Istilah Gangster juga tidak pernah identik dengan Indonesia. Kecuali memotong kata Gangster menjadi Gang. Maka bermuculanlah kalimat seperti Gang Motor. Dan ada juga grup band lawas bernama Gang Pegangsaan.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) , Gangster adalah n 1 penjahat; bandit; 2 anggota geng (kelompok orang yg mempunyai kegemaran berkelahi atau membuat keributan).
Saya tidak mengikuti secara detail waktu itu. Sampai pada malam harinya stasiun TV yang lain kembali menayangkan informasi tentang John Kei dan kronologi penangkapannya.
Terlepas dari simpang siur kronologi penangkapan John Kei, mungkin sebagian masyarakat Indonesia tersentak dan kaget. Mereka tiba pada satu kesimpulan bahwa ternyata Kota Jakarta benar-benar keras. Tidak hanya terkenal dengan susahnya mencari lapangan pekerjaan, kawasan kumuh dan berbagai masalah sosial lainnya tetapi ada sisi lain yang lebih mencengangkan yaitu dunia Gangster.
Bahwa ternyata ada kehidupan yang lebih keras yang dialami oleh orang-orang tersebut. Bagaimana tidak, jika menyaksikan tayangan di stasiun TV tersebut tampak beberapa orang sedang memegang senjata tajam sepanjang pedang samurai.
Hal ini tentu beda jika kita sedang menyaksikan orang-orang sedang memegang senjata tajam, tapi dibelakangnya tampak hewan-hewan seperti sapi atau kambing. Jika begitu kondisinya tak salah lagi itu pasti jagal hewan.
Tapi jika ada sekelompok massa di jalan raya sedang memegang senjata tajam tentu ini menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan.
Istilah Ibukota lebih kejam daripada Ibu Tiri ternyata hampir mendekati kebenaran, setidaknya untuk beberapa orang. Tapi lagi-lagi pengetahuan kita tentang Jakarta hanya terbatas dari media. Kondisi sesungguhnya dari kota Jakarta barangkali hanya sekian persen berhasil ditampilkan oleh media. Selebihnya hanya penghuni Jakarta sendiri yang mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi di Kota kebanggaan bangsa Indonesia tersebut.
John Kei, barangkali juga merupakan satu fenomena lain dari kota Jakarta, masih banyak sisi lain yang tidak bisa ditampilkan secara sempurna oleh media. Fenomena tersebut tidak hanya dari sisi negatif tetapi juga positif.
Maka, barangkali harapan masyarakat Jakarta dan masyarakat Indonesia adalah jaminan keamanan dalam berbagai aktivitas. Tak ada lagi isu-isu kekerasan dalam berbagai bidang.


Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar