Beras cerdas ini menggunakan beragam bahan baku alami dan asli Indonesia serta diproses dengan teknologi cerdas.
Singkong. (Thinkstockphoto).
Siapa sangka singkong bisa diolah menjadi beras yang rasanya lebih enak dan
kaya nutrisi? Bahkan, rasanya pun lebih enak ketika digoreng dan dicampur
sosis.
Murtini, Kepala Desa Panduman, Kecamatan Jelbuk, Kabupaten Jember, Jawa
Timur, mengklaim jika nasi goreng singkong lebih nikmat daripada nasi goreng
dengan bahan baku beras. Senada dengan Murtini, Jatima, warga desa Panduman
juga berujar, “Jauh bedanya jika dibandingkan dengan beras pembagian. Rasa nasi
cerdas ini tak kalah dengan rasa nasi beras pulen."
Beras cerdas, begitulah beras dari singkong ini dikenal. Beras ini ditemukan
oleh tim peneliti dari Universitas Jember tahun 2004 saat mengolah mocaf
atau tepung singkong. Dalam penelitian lanjut,
mocaf digunakan sebagai bahan baku beras cerdas.
Dengan mencampurkan beberapa bahan yakni mocaf, jagung, protein,susu, dan
bahan tambahan untuk meningkatkan kandungan protein dan sifat fungsionalnya,
maka beras cerdas ini dapat dihasilkan.
Mengapa disebut beras cerdas? Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Jember Ahmad Subagio menjelaskan, beras cerdas merupakan beras restrukturisasi
dari beragam bahan baku alami dan asli Indonesia. Beras ini diproses dengan
teknologi cerdas sehingga lebih bergizi dan sehat.
Disebut cerdas karena memiliki beberapa konsep. Pertama, cerdas dalam bahan
baku karena beras dikonstruksikan dari tepung lokal modified cassava flour
(mocaf). Bahan baku pun juga disesuaikan dengan
kekayaan pangan daerah.
Kedua, cerdas dalam proses karena beras tersebut diproses dari teknologi
tingkat rendah (bisa diproduksi oleh warga) hingga tinggi. Cerdas ketiga adalah
dalam cara masak karena dapat dimasak secara sederhana seperti kebiasaan orang
Indonesia dalam mengolah beras.
Sedangkan cerdas keempat adalah pemanfaatan kesehatan (bahan baku
disesuaikan untuk target spesifik kesehatan tertentu seperti malnutrisi).
“Beras cerdas dimasak secara tradisional menghasilkan nasi dengan cita rasa,
aroma, warna, dan ketampakan yang lebih disukai daripada dengan rice
cooker,” tambah Ahmad, Rabu (2/1).
Untuk pengembangannya, saat ini Badan Ketahanan Pangan (BKP) Pusat,
Kementerian Pertanian, dan BKP Jawa Timur, mendirikan empat pabrik model
masing-masing berkapasitas dua ton per hari di Kabupaten Jember, Ponorogo, dan
Blitar.
Sementara itu, beras cerdas ini sudah diperkenalkan kepada warga Jatim
melalui program peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan sasaran keluarga
miskin.
Namun, harga yang dibandrol Rp7.000 per kilogram dinilai masih terlalu
berat. Murtini mengaku keberatan. “Bila harganya Rp5.000 per kilogram, mungkin
rakyat akan membeli,” ujar Murtini.
Menanggapi masalah harga beras cerdas ini, Ahmad tak menampik bila harganya
masih berat untuk warga pedesaan. Namun, persoalan harga terdapat pada
bahan baku. Tepung singkong seharga Rp4.000 per kilogram, setelah diproses
harga pokoknya menjadi Rp6.500 per kilogram.
“Harga singkong sudah tinggi karena pemerintah tak mendorong masyarakat
menanam singkong. Apalagi kini Indonesia mengimpor singkong pula,” tambah
Ahmad.
(Olivia Lewi Pramesti. Sumber:Kompas )
(Olivia Lewi Pramesti. Sumber:Kompas )
TERIMAKASIH SUDAH BERKUNJUNG KE BLOG INI, SEMOGA ARTIKEL INI MENAMBAH WAWASAN & MEMBERIKAN MANFAAT BAGI KITA SEMUA YANG MEMBACANYA...JANGAN LUPA UNTUK SELALU BERKUNJUNG KEMBALI...KARENA MASIH BANYAK ARTIKEL MENARIK LAINNYA YANG MENUNGGU UNTUK DIBACA OLEH PARA SOBAT SEMUA.
SELURUH ISI BLOG INI BOLEH DI COPY-PASTE DENGAN SYARAT MENCANTUMKAN LINK SUMBER DARI BLOG INI THANKS... !
SELURUH ISI BLOG INI BOLEH DI COPY-PASTE DENGAN SYARAT MENCANTUMKAN LINK SUMBER DARI BLOG INI THANKS... !