Julukannya adalah Nelson. Tawuran menjadi bagian dalam kehidupan mudanya. Menurutnya tawuran
itu adalah maju menghabisi lawan-lawannya untuk mendapatkan pengakuan
dari teman-teman. Meskipun dirinya kerap khawatir dan takut akan mati,
namun tawuran menubahnya menjadi lelaki yang bengis.
"Ada
satu rasa percaya diri ketika saya merasa diakui sehingga dimanapun
dalam kondisi apapun, saya harus maju lebih dahulu," ungkap lelaki
bernama David Sianturi yang diakui sebagai raja tawuran ini.
Sebuah
kejadian ketika temannya tewas karena terbunuh oleh salah satu lawannya
dari sekolah lain. Hal ini membangkitkan emosi dalam diri Nelson. Balas
dendam adalah jalan yang ia pilih. Ketika waktunya tiba dirinya
mengepung sang lawan dalam sebuah bus. Begitu membabi-buta dirinya
menyerang lawan.
"Mungkin
harga nyawa itu sangat tidak berharga lagi. Kita semua merasa
terbalaskan. Karena banyak pelajar didalam situ terkena senjata tajam.
Setelahnya kami tetap brutal. Karena harus bersiap diri untuk tawuran. Buat saya pribadi melukai lawan itu sangat bangga," jelasnya.
Keluarga berikut orangtuanyapun sering mendengar mengenai kelakuan David.
Berbagai nasehat untuk dirinya tidak didengar, bahkan cenderung
melawan. "Saya merasa hidup saya itu sesuka saya aja. Tidak ada yang
bisa ngatur. papa saya gak bisa. mama saya gak bisa. orang lain gak
bisa. Karena dirumah sendiri saya seperti merasa tidak diakui," katanya.
Ternyata
sewaktu kecil dirinya kerap mendapatkan perlakuan kasar dari sang ayah.
"Waktu itu saya bilang hidup udah gak ada artinya lagi. Sampai waktu
itu saya punya statement itu begini, awas lu kalo udah gede, gue
ajakin berantem loe. Karena saya ngga mendapat pengakuan dirumah, jadi
saya mencari pengakuan diluar."
Hal
inipun disadari oleh sang ayah yang kerap berlaku keras terhadapnya.
Terkadang sang ayah juga menyesali apa yang telah dilakukannya terhadap
anaknya. Namun David telah menyimpan sakit hati,
sehingga dirinya kerap melawan teguran sang ayah, walaupun dirinya tidak
melawan secara fisik. Hal ini membuat sang ayah bersedih.
Hingga
pada suatu ketika dirinya tengah mabuk berat dan tertidur, ada yang
menepuk pundaknya dan memerintahkan dirinya untuk pergi ke gereja. "David
ke gereja! Itu saya nggak tahu suara siapa. Sampai suara itu tiga kali
menyuruh saya. Saya langsung lari pulang ke rumah. Saya ganti baju dan
semua orang menertawakan."
Beberapa hari setelah kejadian itu, muncul rasa ingin kembali beribadah dalam diri David.
"Seperti ada satu pedang yang menusuk pedang ke hati saya dan langsung
tembus. Saya merasa orang yang paling berdosa. Tapi ketika saya
mengangkat tangan, saya seperti dipeluk Bapa."
Hingga
pada 1 Januari 2001 dirinya berkumpul bersama keluarga dan meminta maaf
terutama kepada keluarga. Dirinya berubah, dan hal itu diakui oleh ayah
dan teman-temannya. "Sejak saya bertobat, saya berkomitmen, saya harus
tebus semua waktu yang terbuang itu. Semua yang Tuhan berikan buat saya
adalah anugerah. Saya nggak perlu lagi merasa diakui oleh semua orang.
Yang paling penting lagi adalah Tuhan mengakui saya sebagai anaknya."