Kamis, 11 Oktober 2012

Demi Pengakuan, Menghabisi Lawan Kulakukan

Julukannya adalah Nelson. Tawuran menjadi bagian dalam kehidupan mudanya. Menurutnya tawuran itu adalah maju menghabisi lawan-lawannya untuk mendapatkan pengakuan dari teman-teman. Meskipun dirinya kerap khawatir dan takut akan mati, namun tawuran menubahnya menjadi lelaki yang bengis.
"Ada satu rasa percaya diri ketika saya merasa diakui sehingga dimanapun dalam kondisi apapun, saya harus maju lebih dahulu," ungkap lelaki bernama David Sianturi yang diakui sebagai raja tawuran ini.
Sebuah kejadian ketika temannya tewas karena terbunuh oleh salah satu lawannya dari sekolah lain. Hal ini membangkitkan emosi dalam diri Nelson. Balas dendam adalah jalan yang ia pilih. Ketika waktunya tiba dirinya mengepung sang lawan dalam sebuah bus. Begitu membabi-buta dirinya menyerang lawan.
"Mungkin harga nyawa itu sangat tidak berharga lagi. Kita semua merasa terbalaskan. Karena banyak pelajar didalam situ terkena senjata tajam. Setelahnya kami tetap brutal. Karena harus bersiap diri untuk tawuran. Buat saya pribadi melukai lawan itu sangat bangga," jelasnya.
Keluarga berikut orangtuanyapun sering mendengar mengenai kelakuan David. Berbagai nasehat untuk dirinya tidak didengar, bahkan cenderung melawan. "Saya merasa hidup saya itu sesuka saya aja. Tidak ada yang bisa ngatur. papa saya gak bisa. mama saya gak bisa. orang lain gak bisa. Karena dirumah sendiri saya seperti merasa tidak diakui," katanya.
Ternyata sewaktu kecil dirinya kerap mendapatkan perlakuan kasar dari sang ayah. "Waktu itu saya bilang hidup udah gak ada artinya lagi. Sampai waktu itu saya punya statement itu begini, awas lu kalo udah gede, gue ajakin berantem loe. Karena saya ngga mendapat pengakuan dirumah, jadi saya mencari pengakuan diluar."
Hal inipun disadari oleh sang ayah yang kerap berlaku keras terhadapnya. Terkadang sang ayah juga menyesali apa yang telah dilakukannya terhadap anaknya. Namun David telah menyimpan sakit hati, sehingga dirinya kerap melawan teguran sang ayah, walaupun dirinya tidak melawan secara fisik. Hal ini membuat sang ayah bersedih.
Hingga pada suatu ketika dirinya tengah mabuk berat dan tertidur, ada yang menepuk pundaknya dan memerintahkan dirinya untuk pergi ke gereja. "David ke gereja! Itu saya nggak tahu suara siapa. Sampai suara itu tiga kali menyuruh saya. Saya langsung lari pulang ke rumah. Saya ganti baju dan semua orang menertawakan."
Beberapa hari setelah kejadian itu, muncul rasa ingin kembali beribadah dalam diri David. "Seperti ada satu pedang yang menusuk pedang ke hati saya dan langsung tembus. Saya merasa orang yang paling berdosa. Tapi ketika saya mengangkat tangan, saya seperti dipeluk Bapa."
Hingga pada 1 Januari 2001 dirinya berkumpul bersama keluarga dan meminta maaf terutama kepada keluarga. Dirinya berubah, dan hal itu diakui oleh ayah dan teman-temannya. "Sejak saya bertobat, saya berkomitmen, saya harus tebus semua waktu yang terbuang itu. Semua yang Tuhan berikan buat saya adalah anugerah. Saya nggak perlu lagi merasa diakui oleh semua orang. Yang paling penting lagi adalah Tuhan mengakui saya sebagai anaknya."
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar