Sikap ayah Jobson yang kasar dan tukang main pukul terhadap istri dan anak-anaknya membuat Jobson menaruh dendam kepada ayahnya itu. Bahkan dalam kekesalannya itu, Jobson bersumpah di hadapan ibunya bahwa dia akan membunuh ayahnya jika sudah besar nanti. "Mak lihat mak, nanti aku besar aku bunuh bapak itu!" Jobson mengulang sumpahnya itu.
Salah satu peristiwa yang paling mengena dalam ingatan Jobson
adalah ketika ayahnya sakit. "Paling menyakitkan waktu itu penyakit
bapak kambuh dan semua orang harus bangun dan mijitin dia, nggak boleh
tidur sebelum papa tidur," ungkap Jobson.
Jobson berkisah, karena sudah kelelahan satu persatu anggota keluarganya mulai dari ibu, kakak dan adik Jobson tertidur, tidak lama kemudian giliran Jobson yang menyerah dan tertidur di kaki ayahnya. Tidak beberapa lama, ayah Jobson terbangun dan menendang kepala Jobson karena tidak mendapati istri dan anaknya memijitnya lagi.
Dendam
tertanam kuat dihatinya, namun sebelum dendam itu terbalaskan, ayah
yang sangat dibencinya itu meninggal dunia karena penyakit komplikasi.
"Saya nggak nangis waktu bapak meninggal, saya senang. Nggak ada lagi
yang mukulin saya," ungkap Jobson.
Setelah ayahnya meninggal, Jobson tinggal bersama bibinya untuk melanjutkan pendidikan. Awalnya Jobson
merasa dirinya akan hidup nyaman, namun justru sebaliknya yang terjadi.
"Bibi saya sering mengatakan hal ini: "kalau kamu masih mau sekolah,
kerja yang benar kalau nggak kamu pergi dari rumah ini," ingat Jobson.
Kesedihan dan air mata terus menjadi teman Jobson,
hal ini membuatnya menjadi pribadi yang tertutup. "Tiap saya punya
masalah, saya tidak tahu mesti cerita sama siapa. Saya nangis dan sempet
merasa "gimana siih, kok hidup saya seperti ini?"", ungkap Jobson yang mengaku sering membandingkan hidupnya dengan teman-temannya.
Sikap
memendam perasaan ini terus dilakukannya hingga SMA, namun hal itu
merubahnya menjadi pribadi yang kasar dan brutal. "Di rumah kelihatan
baik-baik, tapi di luar saya berantem dan tawuran," ungkap Jobson.
Menurut Jobson
tiap dia berkelahi, dia selalu membayangkan sedang menyerang ayah dan
bibinya. "Waktu saya lagi nginjek orang itu, saya sedang membayangkan
nginjek bapak saya, saya lagi membayangkan saya lagi nginjek bibi saya,"
ungkap Jobson.
"Saya puas gitu rasanya!," ungkap Jobson.
Sikap munafik, kasar dan terikat dengan minuman keras membuat Jobson
hidup tanpa tujuan dan masa depan. "Saya merasa saya tidak punya
harapan, saya nggak tahu nantinya saya ini akan menjadi seperti apa,
saya merasa seolah-olah saya sendiri. Nggak ada yang peduli sama saya,
nggak ada yang perhatiin saya, nggak ada yang mau mendengarkan saya
cerita. Semua masalah itu saya pendam sendiri," Jobson menceritakan pergumulannya waktu itu.
Saat seperti itu Jobson
mengikuti sebuah ibadah retret yang kemudian merubah jalan hidupnya.
"Disitu saya ditantang untuk mengampuni papa saya, saya dibagikan
statement bahwa ketika kita benci dengan seseorang kita akan menjadi
sama dengan orang itu,"
Jobson
langsung berkaca dengan hal itu, dia sadar bahwa saat tanpa sadar dia
telah mewarisi sikap ayahnya. "Bapak saya kasar, bapak saya penjudi,
sekarang saya juga main judi, saya juga mabok, saya juga kasar," aku Jobson.
Jobson
sempat menahan dirinya untuk mengampuni ayahnya karena menganggap
ayahnyalah yang bersalah, bahkan perkataan dari kakak pembinanya tak
juga membuat Jobson melepaskan pengampunannya untuk ayahnya. "Sebenarnya kalau kita tidak mengampuni, kitalah yang terluka," Jobson mengulang perkataan kakak pembinanya itu.
Seperti melihat sebuah video, semua kenangan buruknya bersama ayahnya tiba-tiba terputar kembali dalam ingatannya, Jobson
pun terus mengeraskan hatinya untuk tidak mengampuni ayahnya. Namun
saat tiba-tiba kakak pembinanya memeluk dan mendoakannya, air mata Jobson tumpah karena tidak sanggup membendung lagi perasaannya.
"Saya
nangis sekenceng-kencengnya, setelah nangis saya ngomong sama diri
saya: "Ya Tuhan, hari ini saya mengampuni papa saya yang sudah
meninggal, saya mengasihi dia, saya memaafkan semua kesalahan papa saya
yang dulu"" kisah Jobson.
Pernyataan Jobson
itu membuat dirinya langsung merasakan damai sejahtera dalam hatinya,
"Ada sesuatu yang mengalir, seolah mencair, seperti batu yang hancur di
hati saya dan saya merasakan damai sejahtera," ungkap Jobson.
Pengampunan itu menjadi titik awal perubahan serta pemulihan dalam diri Jobson dan kuasa pengampunan dalam Tuhan Yesus mampu melepaskan keterikatan Jobson
atas dosa-dosanya. "Setelah saya mengambil keputusan itu, saya bisa
lepas dengan semua itu. Saya nggak minum-minum lagi, saya bisa lebih
lembut kepada mama saya," ungkap Jobson.
Perubahan nyata terjadi dalam hidup Jobson, bahkan saat ini dia menjadi seorang guru yang sangat dikagumi oleh murid-muridnya. "Menurut saya Pak Jobson
orangnya asyik banget, cara mengajar di kelas maupun di luar kelas
asyik aja, bahkan bisa jadi seperti teman," ungkap seorang murid Jobson.
Bersama Yesus Jobson memiliki kehidupan yagn baru, sesuatu yang tidak pernah dibayangkannya pada masa remajanya dulu. Jobson
mengaku semuanya ini karena campur tangan Tuhan Yesus. "Buat saya Yesus
adalah pribadi yang sanggup mengubahkan hidup saya yang dulunya saya
tidak tahu hidup saya akan menjadi seperti apa, saya nggak punya
pengharapan dengan hidup saya, bahkan kalau melihat hidup saya hari ini
pun saya tidak pernah berpikir kalau saya bisa menjadi seperti sekarang
ini,"
"Apa
yang dulu saya anggap tidak mungkin, di dalam Yesus semuanya mungkin.
Saya percaya bahwa di dalam Tuhan Yesus pasti selalu ada pengharapan,
Tuhan Yesus dasyat!," ungkap Jobson mengakhiri kesaksiannya.
didsadur dari : http://www.jawaban.com