Menjadi seorang pramugari di tahun 1960-an merupakan suatu pencapaian karir yang luar biasa. "Ketika saya menjadi pramugari, saya merasakan dunia saya tuh lompatnya terlalu tinggi. Saya dikirim ke luar negeri, ini itu…begitu terus…" cerita Jevelyn memulai kesaksiannya.
Jevelyn sangat bahagia waktu dia dapat pergi dan melihat Belanda. Kehidupan Jevelyn
berubah. Sewaktu di Bombay, dia pernah membeli sampai 12 pasang sepatu.
Perasaannya pada waktu itu sudah seperti bintang film. Meskipun sudah
mengalami kehidupan yang berlimpahan begitu, namun Jevelyn
tidak merasa bahagia. Dia merasa seperti sebuah ungkapan yang
mengatakan, "There is a lonely in the crowdness.." Ada kesendirian di
tengah keramaian. Ada kekosongan di dalam dirinya meski berada di tengah keramaian. Hal itu membuatnya bertanya, "Hidup ini sebenarnya untuk apa?"
Di
dalam pekerjaannya inilah, dia bertemu dengan Michelle Hillard yang
kemudian menjadi suaminya. "Dia seorang wanita kantoran, berdandan, kuku
jari yang panjang, rambut tertata rapih, dan saya berpikir "Wow, dia
wanita yang menarik, saya ingin mengenal dia lebih jauh lagi."" cerita
sang suami, yang dipanggil Mike.
Mereka akhirnya menikah dan kekosongan mulai berkurang dalam diri Jevelyn. Dia pun mengikuti sang suami ke Skotlandia, tempat asal Mike meskipun dengan berat hati meninggalkan keluarganya.
Semenjak menikah dan tidak bekerja, kekosongan kembali terjadi di dalam hidup Jevelyn. Mike pun sudah menduga bahwa Jevelyn tidak betah dan ingin berkarir. Maka ketika Jevelyn mengemukakannya pada Mike, maka akhirnya mereka pun membuka usaha restoran. Hal itu membuat Jevelyn sangat sibuk, tapi membuat Mike kuatir.
Usaha restoran itu membuat Jevelyn
bertemu dengan komunitas orang Indonesia yang tinggal di Skotlandia. Di
dalam komunitas itu mereka saling berdoa dan sharing. "Hidup saya kosong,
seperti ada sebuah lubang yang besar dalam hidup saya. Saya berpikir
bahwa saya harus melengkapi hidup saya dan satu-satunya jalan untuk
melengkapinya adalah dengan hal spiritual dan saya putuskan, saya harus
tahu lebih jauh lagi tentang Tuhan." kata Mike.
Mereka ternyata haus akan Tuhan dan ternyata kekosongan yang dirasakan Jevelyn
bisa terisi. Berjalannya waktu enam atau tujuh tahun, barulah membuat
Mike sadar bahwa yang ingin dia ikuti adalah Tuhan dan bukannya dunia.
Dan dia mengambil keputusan untuk berhenti dari kerja dan bekerja
sungguh-sungguh untuk Tuhan.
Ketika ditanya Jevelyn,
jika begitu bagaimana mereka bisa hidup. Mike menjawab, "Kita hidup
dengan iman, bukan dengan yang kelihatan." begitu jawabnya. Jevelyn pun bertanya-tanya, apakah itu hanya sikap reaktif Mike ataukah benar-benar dari Tuhan. Belum terjawab, Jevelyn kembali dikejutkan. "Saya memilih untuk pindah ke Indonesia," kata Mike lagi.
Mike tahu bahwa Jevelyn terkejut akan sikapnya ingin melayani Tuhan. Karena itu, Mike menunggu sampai tiga tahun lamanya sampai Jevelyn setuju dan dia pun dapat melayani Tuhan.
Suatu hari, Jevelyn
dan Mike mengadakan kunjungan ke Kalimantan. Mereka melihat anak-anak
kecil bermain dan tidak pergi ke sekolah. Ternyata, di sana memang tidak
ada gedung sekolah. Sejak saat itu, hati Jevelyn tidak
tenang. Ketika melihat anak-anak kecil yang bermain tersebut, ada yang
mengangkat air membuatnya mengingat tentang masa lalunya.
Sewaktu kecil, Jevelyn
hanya makan kelapa yang diparut agar tidak kelaparan. Dia juga tidak
pernah di kasur, yang jadi alas tidurnya adalah sebuah tikar. Dia juga
tidak bersekolah sampai akhirnya ada tantenya yang mau membiayai
sekolahnya. Jevelyn pun kemudian tinggal bersama tante dan omnya.
Suatu
hari, ketika dia minta uang kepada omnya dan malah dibentak, dia merasa
begitu sedih. Dia meninggalkan rumah sambil menangis. Melewati
jembatan, dia berpikir untuk bunuh diri daripada menyusahkan om dan
tantenya. Perasaan merasa tidak berguna di masa lalunya itulah yang
teringat ketika dia melihat anak-anak di Kalimantan tersebut.
Mike dan Jevelyn
ternyata punya beban yang sama, mereka terbeban untuk anak-anak itu.
Karena itu, mereka pun mulai melayani anak-anak agar anak-anak ini
mempunyai dasar yang kuat dalam Tuhan, bersekolah dan menjalani hidup.
Meski tak mudah, namun mereka berhasil membuka kesempatan itu, mereka
membuka sebuah yayasan di sana. Jika ada orang yang membuang anak-anak
itu, merekalah yang mengambil anak tersebut. Jika anak itu tidak
diinginkan, maka mereka mau menampungnya, bahkan anak-anak yang punya
sikap sangat buruk sekalipun.
Anak-anak ini membuat Jevelyn
mengerti bahwa dia yang tadinya tidak mempunyai mimpi, cita-cita apapun
dapat membuatnya menjadi seorang yang berarti. Kini, yayasan Jevelyn
yang bernama "Mama Sayang" itu menampung sekitar 120 anak. "Kadangkala
kami merasa lelah, tapi tidak pernah terlalu lelah sampai kami harus
berhenti. Terkadang kami menghadapi anak-anak yang sulit, hal yang tidak
mudah, namun kami merasa sangat diberkati. Saya harap mereka hdiup
bahagia di atas segalanya. Saya berharap mereka punya hubungan yang
dekat dengan Tuhan dan saya berharap mereka bisa mewujudkan impian
mereka." jelas Mike.
Jevelyn sendiri begitu bersyukur ketika melihat anak-anak tersebut. Baginya, dia merasa penuh sekarang di dalam hidupnya, tidak lagi kosong. Dan dia pun dapat memakai kekuatannya bagi Tuhan.
disadur dari : http://www.jawaban.com
Sumber Kesaksian :
Jevelyn