Di
suatu pagi yang cerah, aku bersama istri dan kedua anakku hendak pergi
berjalan-jalan. Tiba-tiba putraku memohon, "Ayah, aku mau es krim."
Aku
hanya terdiam memandangi dia.
Untuk
kedua kalinya si kecil berkata, "Aku mau es krim, Yah!"
Ah,
seandainya aku bisa menjelaskan keadaan yang sebenarnya kepada putraku ini.
Karena
tak satupun kata-kata keluar dari mulutku, istriku menanggapi permohonan anak
kami, "Ya sudah, es krimnya diganti dulu dengan permen ini ya. Kan,
sama-sama manis."
Nama
saya Dada Suhada. Panggil saja saya Suhada. Reputasi saya di depan keluarga
besar sudah merosot. Itu disebabkan oleh kebiasaanku yang suka mabuk-mabukan.
Beberapa
anggota keluarga dengan teganya suka mengatakan bahwa aku sudah mati.
"Anggap saja Suhada itu sudah meninggal," demikian perkataan salah
seorang sanak saudara, yang pernah kudengar. Mendengar perkataan seperti
demikian, saya merasa sangat sakit hati.
Selain
itu, kemiskinan yang terus mendera hidupku membuat aku bosan. Aku bosan jadi
orang miskin. Bayangkan, ketika salah satu saudaraku berulang tahun, anak kami
tidak diundang. Apa karena anakku tidak mampu membeli kado? Hmm, mungkin saja.
Jangankan membeli kado; membeli beras pun kami tidak sanggup. Memang beginilah
nasib jadi orang miskin! Aku sangat lelah menjalaninya.
Suatu
ketika, seorang teman menawariku untuk mengikuti "tips menjadi kaya"
yang dia praktekkan, yakni, menggunakan ilmu. "Gue baru aja dapat proyek Rp 20 juta, men, karena gue pakai barang ini,"
katanya bersemangat. "Barang yang ia maksud adalah jimat.
Sepertinya
jimat ini merupakan penolong yang memang dipersiapkan bagiku. Buktinya, usahaku
lancar sentosa setelah memakai jimat. Aku membuka usaha di bidang sepatu,
dengan pendapatan yang menjanjikan. Senangnya hatiku menikmati rupiah demi
rupiah yang kini kugenggam setiap hari.
"Udah jadi orang kaya, ya, elo?!" sapa temanku,
yang telah memberikan nasihat tentang jimat sakti tersebut.
"Iya
donk, kan ini
berkat elo juga." "Elo mau engga, lebih kaya lagi?"
Waw,
siapa sih yang
akan menolak tawaran untuk jadi makin kaya? Tentu saja aku tidak akan
melewatkan kesempatan emas ini. Katanya, kalau aku datang pesugihan, aku bisa
memperoleh modal besar.
Perlahan-lahan
aku mempersiapkan semua sesajen dan mahar yang dibutuhkan. Sesajen dan mahar
adalah sarana agar aku bisa berhubungan dengan arwah-arwah. Dengan demikian,
nantinya aku bisa kaya.
Sesajen
dan mahar itu memerlukan banyak biaya. Jadi, aku mengumpulkan uang dari
mengambil keuntungan usaha dan menipu orangtua. Aku tidak peduli berapa banyak
uang yang harus kukeluarkan. Yang penting, aku bisa menjadi semakin kaya!
Aku
pun pergi ke dukun yang akan memberi kekayaan berlimpah. Semua sesajen dan
mahar telah kuserahkan, hanya saja dia tiba-tiba berkata, "Untuk
memperoleh kekayaan ini, harus ada tumbalnya." Bagiku, tidak masalah kalau
nyawaku menjadi tumbalnya. Aku rela menjadikan nyawaku sebagai taruhannya, asal
kekayaan itu bisa kudapatkan.
Aku
menuruti perintah apapun yang harus kukerjakan. Aku tidur 7 hari 7 malam di
sebuah makam di Karang Nini. Di situ, saya mendapatkan suatu mimpi.
Begini
mimpinya:
Aku tak mengenal siapa dia, tetapi aku langsung berkata, "Aku bosan menjadi orang miskin! Aku ingin menjadi orang kaya!"
"Aku
akan memberimu kekayaan, tetapi aku minta anakmu yang pertama untuk menjadi
tumbalnya," jawab wanita itu.
"Tidak!"
jawabku.
Aku
terbangun. Aku menjerit-jerit, tidak menginginkan anakku menjadi tumbal. Yang
kuinginkan adalah, diriku sendiri yang menjadi tumbalnya.
Dukun
yang di sampingku berkata, "Tapi.. kamu akan mendapatkan apapun yang kau
mau!"
"Saya
tidak mau! Saya tidak mau anak saya menjadi tumbal!" aku dorong dukun itu,
bangkit berdiri, lalu pergi dari hadapannya. Aku bingung. Kekayaan yang ingin
kukejar justru akan kuberikan untuk anak, bukan untukku.
Kesedihan
meliputi diriku. Aku pergi dari pesugihan itu. Aku berlari dan terus berlari. Apa
maksud semua ini? Walaupun aku memang bukan bapak yang baik, tetapi anakku
adalah kesayanganku. Untuk alasan apapun, aku tidak ingin dia menjadi tumbal.
Sekarang
semua menjadi berantakan. Usaha menjadi bangkrut, karena aku sering
meninggalkannya. Hutang menumpuk, sementara kekayaan yang diimpi-impikan malah
tak datang.
Aku
pulang menemui istriku. Dia betul-betul kecewa. Dia bertanya-tanya kepada
Tuhan, apa sebetulnya kesalahan yang ia perbuat sampai kehidupan kami menjadi
seperti ini.
Kemudian
anakku yang perempuan datang. Katanya, dia harus membayar SPP (uang sekolah)
besok; jika tidak, ia tidak bisa mengikuti ujian. Ah, ada-ada saja masalah.
Aku
semakin terpuruk. Minuman keras adalah caraku melarikan diri dari keruwetan
ini.
Istriku
stress melihat kelakuanku. "Pak, kalau Bapak begini terus, lebih baik saya
pulang ke rumah orangtua saya di Garut!" katanya.
Putriku
juga tidak menyukaiku, "Bapak enggak
sayang sama aku. Aku malu, Pak, karena teman-teman sering
mengataiku. Mereka bilang bahwa aku anak pemabuk."
Istriku
sudah kalang kabut. Dia tidak sanggup lagi menasihatiku. Akhirnya dia
mendatangkan adikku untuk menasihatiku.
Ya,
aku mau bertobat! Aku mau berhenti minum minuman keras. Aku sedih dengan
keadaan seperti ini. Tapi aku tidak tahu harus minta bantuan kepada siapa.
"Kak,
kalau kita berusaha untuk lepas dengan kekuatan sendiri, pasti mustahil. Tapi
kalau Tuhan Yesus yang melakukannya, pasti bisa, Kak," kata adikku.
Dosaku
sudah melewati batas. Apa mungkin aku masih bisa bertobat?
"Adik,
apa benar kalau kita bertobat, maka dosa-dosa kita bisa diampuni?"
"Ya,
itu sudah pasti, Kak. Sebesar apapun dosa Kakak, Tuhan mau mengampuninya.
Apakah Kakak mau menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat?" "Ya,
saya mau."
Kini,
Tuhan Yesus sudah mengampuni dosaku dan masuk ke dalam hatiku. Adikku
menantang, "Kak, sekarang apakah Kakak mau mengampuni orang-orang yang
sudah menyakiti Kakak?"
Kontan
saja langsung tampak bayangan saudaraku yang pernah mengatakan, "Anggap
saja Suhada itu sudah meninggal." Muncul pula bayangan sanak saudara lain
yang pernah tidak mengundang anakku ke pesta ulang tahun anaknya. Itu semua
adalah hal-hal menyakitkan yang pernah kuterima. Tapi aku menerima tantangan
ini: aku mau mengampuni mereka.
Kini
aku memulai usahaku dengan sudut pandang yang baru. Keluarga, anak-anak, dan
sahabat mendukung aku sehingga hutangku berangsur-angsur lunas. Aku kembali
menekuni bisnis sepatu yang dulu pernah kudirikan. Puji Tuhan, Yesus memberkati
kerja kerasku.
Dulu
aku berambisi memperoleh kekayaan. Tetapi sekarang, aku dengan tegas mau
mengatakan bahwa kekayaan dan kenikmatan dunia tidak ada artinya dibandingkan
dengan kebahagiaan yang sekarang aku rasakan setelah mengenal Tuhan Yesus.
Kakak
dan istriku telah bersaksi, bahwa hidupku berubah semenjak aku mengenal Tuhan
Yesus. Hubunganku dengan sanak keluarga menjadi akrab, dan kini mereka
merangkulku. Walaupun ada beberapa orang yang menolak keputusanku, tetapi
karena mereka melihat perubahan yang Tuhan kerjakan dalam diriku, akhirnya
mereka menerima juga.
Tuhan
itu luar biasa. Dia membimbing aku meskipun aku sudah hancur begitu rupa.
thanks to:http://www.jawaban.com/index.php/spiritual/detail/id/9/news/130305171427/limit/0/Kisah-Nyata-Dada-Suhada-Tukar-Nyawa-Anak-dengan-Uang.html
Sumber
Kesaksian:
Dada
Suhada
DAMAI
SEJAHTERA, SUKACITA & KEBAHAGIAAN DALAM KELUARGA ADALAH HAL YANG TERUTAMA.
HANYA TUHAN YANG SANGGUP MEMBERIKAN KEBAHAGIAAN SEJATI, SETAN HANYA BISA MENIPU
MANUSIA DENGAN IMING-IMING KEKAYAAN.
INGAT, SESUSAH-SUSAHNYA, UANG MASIH BISA DICARI. TETAPI NYAWA TIDAK BISA KEMBALI
! YANG PENTING KITA HIDUP BENAR SESUAI DENGAN KEHENDAK TUHAN PASTI TUHAN AKAN
MEMBERKATI SETIAP USAHA YANG KITA LAKUKAN, JANGAN MENYERAH DENGAN KEADAAN JIKALAU
SAAT INI ANDA SEDANG MENGALAMI PERSOALAN YANG BEGITU BERAT, BERDOALAH,
BERSERULAH & MENANGISLAH PADA TUHAN YESUS, DIA PASTI AKAN MEMBERIKAN JALAN
KELUAR ! AMIN.