Ini adalah kisah nyata Yance Tamaela, seorang pria yang kehidupannya dahulu penuh dengan kekerasan, mabuk-mabukan, dan seks bebas.
"Karena
kerusuhan itu, kami harus sungguh-sungguh menjaga daerah dimana kami
tinggal. Waktu itu satu minggu berturut-turut, saya masih ingat kami
sebagai anak muda yang ada disitu karena situasi yang mencekam saat itu,
kami harus menjaga daerah dimana kami tinggal," ungkap Yance Tamaela membuka kesaksian hidupnya.
"Karena suasana yang mencekam itu, membuat kami – saya dan Yance – berani mengangkat senjata, membela diri kami," ungkap Moni Tomatala, sahabat Yance.
"Rasa
takut yang semakin mencekam di dalam hati saya akhirnya keluar rasa
keberanian yang saya berpikir, "ya okelah, kalau mati, mati aja. Dan
saya melihat bagaimana kekerasan itu terjadi di depan mata saya dan itu sangat terekam di dalam memori saya"
"Dari situ lah membuat karakter kami semakin berani dan tanpa belas kasihan buat orang lain"
"Dengan
keadaan seperti itu, saya melihat pembantaian orang dibunuh. Mayat
dimana-mana. Bagi saya, seekor ayam lebih berharga dari pada manusia
pada zaman itu. Dan itu saya rasakan. Saya menjadi pribadi yang keras,
jadi pribadi yang tidak peduli sama orang lain,"
Sungguh sebuah kengerian yang tidak bisa Yance lupakan. Kerusuhan itu membuatnya trauma, bahkan ketika ia sudah meninggalkan kampung halamannya dan bekerja di sebuah pengeboran minyak.
"Saya masih trauma dengan keadaan saya di tempat dimana saya dulu tinggal. Di benak saya ada kekerasan, ada dendam. Akhirnya saya menjadi pribadi yang sangat cepat tersinggung,"
Pada tahun 2004, Yance memutuskan untuk mengadu nasib di Jakarta. Di sanalah sebuah babak baru kehidupannya akan dimulai.
"Saya
tinggal di satu tempat bersama orang-orang yang sedaerah dengan saya.
Saya mulai beradaptasi sama mereka. Semakin kesini, kehidupan saya
semakin brutal dan dimana pun saya ada, saya melakukan kekerasan,
minum minuman keras, bergaul sama perempuan-perempuan pelacur. Itu
membuat saya semakin hari semakin mencari jati diri. Saya merasa saya
memang harus dihargai sama orang lain"
"Setelah
berpisah dengan Yance selama 5 tahun, kita ketemu di sebuah diskotik.
Disitu saya melihat Yance semakin brutal. Kami merasakan inilah dunia
kami. Kami merasakan senang. kami merasakan happy. Kami merasakan bebas karena tidak ada yang melarang kami."
Jenuh
Semua
kesenangan yang Yance lakukan ternyata tidak membuat ia merasa lebih
baik. Semakin hari Yance semakin jenuh dengan hidupnya, adakah yang bisa
menolongnya ?
"Saya
pas waktu nawarin rokok buat dia, dia bilang maaf saya tidak rokok
lagi. Saya merasa kok aneh dan saya merasa dia tuh sombong karena tidak
biasanya seperti itu. Ini membuat saya semakin untuk mencari lebih tahu
tentang dia. Apa sih yang terjadi dengan bung Puli,"
Berubah
Di saat Yance sedang mencari tahu apa yang sedang terjadi dengan sahabatnya, sahabatnya yang telah berubah itu justru membagikan firman Tuhan kepadanya.
"Saya
masih ingat firmannya. "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi akan
putih seperti salju, sekalipun dosamu merah seperti kain kesumba akan
putih seperti bulu domba. Saya ingat lagi akan latar belakang kehidupan
saya dan keadaan saya sekarang, "Apakah benar Tuhan mau menerima saya,
orang berdosa?" Benar saya akui latar belakang saya sangat kacau. Saya
terikat di dalam memori masa lalu hidup saya yang hidupnya penuh dengan kekerasan,
apakah Tuhan masih mau menerima saya?" dan pembicara itu katakan lagi,
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia
mengaruniakan anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus namanya, supaya
setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh
hidup yang kekal". Itu saya tidak bisa gambarin keadaan saya, saya
sangat malu sebenarnya, "Apakah Dia benar menyelamatkan saya?" Itu saya
punya pertanyaan waktu saya dengar firman Tuhan hari itu. Saya renungkan
malam hari itu."
Saat itu, Yance benar-benar merasa tidak tenang. Hatinya berkecamuk, ingin mencari jawabannya.
"Akhirnya saya masuk ke ibadah. Dia (sang pendeta, pen)
mulai bilang bahwa ada figur Bapa yang sekalipun bapa di dunia kita
keras, tetapi ada Bapa di Surga yang menerima kita apa adanya dan Dia
sanggup membalut hidup kita. Saya katakan itu buat saya. "Kamu itu butuh
Tuhan, kamu itu udah terlalu capek jalani hidup kamu. Kamu udah terikat
dengan masa lalu kamu. Waktu itu, akhir doanya seperti ini, "Kalau itu adalah engkau, jangan keraskan hatimu""
Sejak saat itu, Yance mengambil sebuah langkah penting untuk berubah. Namun, apakah niatnya itu akan berjalan mulus?
"Sepenuhnya berubah
itu menurut saya gak gampang. Saya masih nagih dengan narkoba dan masih
mau minum, tetapi saya harus komitmen sama perkataan saya. Kalau saya
mau dibimbing, saya harus lepas dari ikatan saya. Setiap saya merasakan
untuk mau memakai narkoba atau mau minum, saya alihkan dengan pergi ke
kamar mandi. Sekalipun saya merasa sakit, di situ saya berdoa, "Tuhan
kalau Engkau bisa sembuhkan saya dari trauma masa lalu saya, kepahitan hati saya, tolong Tuhan Engkau juga sembuhkan aku dari rasa sakit ini""
Memang
tidak pernah ada doa yang sia-sia. Melalui dukungan teman-teman dan
komitmennya, Yance bisa meninggalkan kehidupan lamanya.
"Saya
tidak melihat lagi dalam diri Yance, seperti mabuk-mabukan, sifat yang
brutal, tetapi kini saya telah melihat sifat penuh lemah lembut. Malah
dia telah menceritakan kepada saya, siapa Yesus itu dan disitulah saya
juga ada suatu perubahan dalam kehidupan saya"
"Dari
dulu yang ngeliatnya beringas, tidak rapi, amburadul, sekarang lihat
bagus dan manis sekali," ungkap Elishabeth, saudara Yance.
"Sekarang semenjak om Yance berubah akhirnya bisa dengan bangga juga mengakui ini om saya, ini saudara saya" tutur Elsa Novita, keponakan Yance.
Dari seorang yang beringas dan memiliki masa lalu yang kelam, Tuhan sudah mengubahkan hidup Yance menjadi pribadi yang penuh kasih.
"Sampai saat ini, benar-benar Dia hidup mengasihi Tuhan dan takut akan Tuhan," pungkas Moni Tomatala.
"Bahwa
Yesus datang untuk saya, mati untuk saya. Saya merasa diterima sama
Dia, saya merasa ini kehidupan saya yang sebenarnya. Saya merasa hidup
ini sangat bermanfaat bagi banyak orang. Dan kalau mungkin sendainya ada
yang menyakiti saya, saya akan belajar untuk mengampuni terlebih dahulu
dan itu yang mau saya lakukan sebagai orang percaya. Terima kasih
Yesus," ungkap Yance Tamaela mengakhiri kehidupannya.
disadur dari : http://www.jawaban.com