Kamis, 11 Oktober 2012

Kisah Nyata Yance Tamaela, Pria yang Hidupnya Penuh Dengan Kekerasan

Ini adalah kisah nyata Yance Tamaela, seorang pria yang kehidupannya dahulu penuh dengan kekerasan, mabuk-mabukan, dan seks bebas.
"Karena kerusuhan itu, kami harus sungguh-sungguh menjaga daerah dimana kami tinggal. Waktu itu satu minggu berturut-turut, saya masih ingat kami sebagai anak muda yang ada disitu karena situasi yang mencekam saat itu, kami harus menjaga daerah dimana kami tinggal," ungkap Yance Tamaela membuka kesaksian hidupnya.
"Karena suasana yang mencekam itu, membuat kami – saya dan Yance – berani mengangkat senjata, membela diri kami," ungkap Moni Tomatala, sahabat Yance.
"Rasa takut yang semakin mencekam di dalam hati saya akhirnya keluar rasa keberanian yang saya berpikir, "ya okelah, kalau mati, mati aja. Dan saya melihat bagaimana kekerasan itu terjadi di depan mata saya dan itu sangat terekam di dalam memori saya"
"Dari situ lah membuat karakter kami semakin berani dan tanpa belas kasihan buat orang lain"
"Dengan keadaan seperti itu, saya melihat pembantaian orang dibunuh. Mayat dimana-mana. Bagi saya, seekor ayam lebih berharga dari pada manusia pada zaman itu. Dan itu saya rasakan. Saya menjadi pribadi yang keras, jadi pribadi yang tidak peduli sama orang lain,"
Sungguh sebuah kengerian yang tidak bisa Yance lupakan. Kerusuhan itu membuatnya trauma, bahkan ketika ia sudah meninggalkan kampung halamannya dan bekerja di sebuah pengeboran minyak.
"Saya masih trauma dengan keadaan saya di tempat dimana saya dulu tinggal. Di benak saya ada kekerasan, ada dendam. Akhirnya saya menjadi pribadi yang sangat cepat tersinggung,"
Pada tahun 2004, Yance memutuskan untuk mengadu nasib di Jakarta. Di sanalah sebuah babak baru kehidupannya akan dimulai.
"Saya tinggal di satu tempat bersama orang-orang yang sedaerah dengan saya. Saya mulai beradaptasi sama mereka. Semakin kesini, kehidupan saya semakin brutal dan dimana pun saya ada, saya melakukan kekerasan, minum minuman keras, bergaul sama perempuan-perempuan pelacur. Itu membuat saya semakin hari semakin mencari jati diri. Saya merasa saya memang harus dihargai sama orang lain"
"Setelah berpisah dengan Yance selama 5 tahun, kita ketemu di sebuah diskotik. Disitu saya melihat Yance semakin brutal. Kami merasakan inilah dunia kami. Kami merasakan senang. kami merasakan happy. Kami merasakan bebas karena tidak ada yang melarang kami."
Jenuh
Semua kesenangan yang Yance lakukan ternyata tidak membuat ia merasa lebih baik. Semakin hari Yance semakin jenuh dengan hidupnya, adakah yang bisa menolongnya ?
"Saya pas waktu nawarin rokok buat dia, dia bilang maaf saya tidak rokok lagi. Saya merasa kok aneh dan saya merasa dia tuh sombong karena tidak biasanya seperti itu. Ini membuat saya semakin untuk mencari lebih tahu tentang dia. Apa sih yang terjadi dengan bung Puli,"
Berubah
Di saat Yance sedang mencari tahu apa yang sedang terjadi dengan sahabatnya, sahabatnya yang telah berubah itu justru membagikan firman Tuhan kepadanya. 
"Saya masih ingat firmannya. "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi akan putih seperti salju, sekalipun dosamu merah seperti kain kesumba akan putih seperti bulu domba. Saya ingat lagi akan latar belakang kehidupan saya dan keadaan saya sekarang, "Apakah benar Tuhan mau menerima saya, orang berdosa?" Benar saya akui latar belakang saya sangat kacau. Saya terikat di dalam memori masa lalu hidup saya yang hidupnya penuh dengan kekerasan, apakah Tuhan masih mau menerima saya?" dan pembicara itu katakan lagi, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia mengaruniakan anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus namanya, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal". Itu saya tidak bisa gambarin keadaan saya, saya sangat malu sebenarnya, "Apakah Dia benar menyelamatkan saya?" Itu saya punya pertanyaan waktu saya dengar firman Tuhan hari itu. Saya renungkan malam hari itu."
Saat itu, Yance benar-benar merasa tidak tenang. Hatinya berkecamuk, ingin mencari jawabannya.
"Akhirnya saya masuk ke ibadah. Dia (sang pendeta, pen) mulai bilang bahwa ada figur Bapa yang sekalipun bapa di dunia kita keras, tetapi ada Bapa di Surga yang menerima kita apa adanya dan Dia sanggup membalut hidup kita. Saya katakan itu buat saya. "Kamu itu butuh Tuhan, kamu itu udah terlalu capek jalani hidup kamu. Kamu udah terikat dengan masa lalu kamu. Waktu itu, akhir doanya seperti ini, "Kalau itu adalah engkau, jangan keraskan hatimu""
Sejak saat itu, Yance mengambil sebuah langkah penting untuk berubah. Namun, apakah niatnya itu akan berjalan mulus?
"Sepenuhnya berubah itu menurut saya gak gampang. Saya masih nagih dengan narkoba dan masih mau minum, tetapi saya harus komitmen sama perkataan saya. Kalau saya mau dibimbing, saya harus lepas dari ikatan saya. Setiap saya merasakan untuk mau memakai narkoba atau mau minum, saya alihkan dengan pergi ke kamar mandi. Sekalipun saya merasa sakit, di situ saya berdoa, "Tuhan kalau Engkau bisa sembuhkan saya dari trauma masa lalu saya, kepahitan hati saya, tolong Tuhan Engkau juga sembuhkan aku dari rasa sakit ini""
Memang tidak pernah ada doa yang sia-sia. Melalui dukungan teman-teman dan komitmennya, Yance bisa meninggalkan kehidupan lamanya.
"Saya tidak melihat lagi dalam diri Yance, seperti mabuk-mabukan, sifat yang brutal, tetapi kini saya telah melihat sifat penuh lemah lembut. Malah dia telah menceritakan kepada saya, siapa Yesus itu dan disitulah saya juga ada suatu perubahan dalam kehidupan saya"
"Dari dulu yang ngeliatnya beringas, tidak rapi, amburadul, sekarang lihat bagus dan manis sekali," ungkap Elishabeth, saudara Yance.
"Sekarang semenjak om Yance berubah akhirnya bisa dengan bangga juga mengakui ini om saya, ini saudara saya" tutur Elsa Novita, keponakan Yance.
Dari seorang yang beringas dan memiliki masa lalu yang kelam, Tuhan sudah mengubahkan hidup Yance menjadi pribadi yang penuh kasih.
"Sampai saat ini, benar-benar Dia hidup mengasihi Tuhan dan takut akan Tuhan," pungkas Moni Tomatala.
"Bahwa Yesus datang untuk saya, mati untuk saya. Saya merasa diterima sama Dia, saya merasa ini kehidupan saya yang sebenarnya. Saya merasa hidup ini sangat bermanfaat bagi banyak orang. Dan kalau mungkin sendainya ada yang menyakiti saya, saya akan belajar untuk mengampuni terlebih dahulu dan itu yang mau saya lakukan sebagai orang percaya. Terima kasih Yesus," ungkap Yance Tamaela mengakhiri kehidupannya.   

disadur dari : http://www.jawaban.com
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar